Serangga menjadi salah satu kelompok organisme yang beragam dan memiliki peran signifikan dalam ekosistem, baik sebagai pengurai, penyerbuk, maupun hama.
Salah satu famili serangga yang menarik perhatian adalah Elateridae, atau yang lebih dikenal sebagai kumbang klik. Famili ini tersebar luas di seluruh dunia dengan sekitar 9.000 spesies yang telah diidentifikasi.
Ciri khas mereka, berupa bunyi klik yang dihasilkan saat membalikkan tubuh, tidak hanya menarik secara biologis tetapi juga menjadi dasar penamaan mereka.
Di balik keunikannya, kumbang klik juga memiliki sisi lain yang merugikan. Larva kumbang klik, yang sering disebut sebagai wireworm, diketahui menjadi ancaman serius bagi berbagai tanaman pangan.
Perilaku makan mereka pada akar dan batang bawah tanah dapat menyebabkan kerusakan besar pada tanaman seperti kentang, wortel, dan tebu. Masalah ini menjadi perhatian penting dalam sektor pertanian karena dapat berdampak signifikan terhadap hasil panen dan ekonomi petani.
Artikel ini akan membahas lebih lanjut mengenai larva kumbang klik sebagai hama. Yuk simak uraian di bawah ini.
Dari tahap telur, larva, pupa, hingga dewasa, setiap fase siklus hidup kumbang klik menunjukkan karakteristik unik yang mendukung keberlangsungan spesiesnya. Pemahaman tentang siklus hidup kumbang klik tidak hanya penting untuk mengenali peran ekologisnya, tetapi juga untuk mengelola dampak negatifnya, terutama karena larvanya sering kali menjadi hama yang merugikan bagi berbagai tanaman budidaya.
Telur berbentuk lonjong atau bulat telur dengan permukaan telur yang halus dan berwarna putih hingga grey-brown. Telur diletakkan di tanah yang lembab sebanyak 2 hingga 39 butir pada kedalaman 10 cm di bawah permukaan tanah. Perkiraan waktu sejak telur diletakkan hingga larva menetas adalah 3-4 minggu.
Larva instar awal memiliki panjang sekitar 1 mm dan berganti kulit untuk pertama kalinya setelah sekitar satu bulan. Larva dapat melalui 6 hingga 7 instar yang membutuhkan waktu sekitar 2-5 tahun. Namun, larva yang baru menetas menjadi rentan jika tidak ada sumber makanan di sekitarnya. Larva berpotensi mati kelaparan dalam waktu 4-5 minggu.
Pupa berwarna putih susu hingga kuning muda. Waktu yang dibutuhkan untuk perkembangan dari pupa hingga kumbang dewasa bergantung pada spesies dan suhu dalam tanah, biasanya sekitar 13-15 hari pada suhu 20°C.
Kumbang klik dewasa secara perlahan akan berkembang menjadi gelap dalam beberapa hari dan kulitya akan mengeras dan berwarna dalam waktu sekitar 2 minggu. Kumbang klik dewasa dapat ditemukan di permukaan tanah di lahan tertutup tempat mereka memakan dedaunan.
Wireworm hidup di dalam tanah sehingga berpotensi mengganggu bagian bawah tanaman, seperti biji, umbi batang, dan umbi akar. Larva instar akhir dapat ditemukan di dalam tanah sedalam 60-80 cm.
Larva tersebut memakan eksudat dari tanaman. Pada larva ini juga ditemukan sifat kanibalisme yang dapat terjadi jika ketersediaan makanan rendah. Larva yang lebih tua dan lebih besar akan memakan larva yang lebih muda dan lebih kecil.
Suhu, kelembapan, dan tekstur tanah adalah beberapa variabel yang terkait dengan keberadaan dan kerusakan akibat perilaku makan dari wireworm. Suhu tanah antara 8°C - 14°C dan kelembapan tanah antara 30% - 32% merupakan kondisi yang dilaporkan menyebabkan kerusakan tinggi pada tanaman akibat Agriotes spp.
Kelembapan tanah dipengaruhi oleh struktur fisik tanah dimana tekstur dan pemadatan tanah mempengaruhi fluktuasi dari kelembaban dan suhu. Hal ini mempengaruhi kemampuan wireworm untuk berpindah dan bertahan hidup.
Porositas tanah juga dapat mempengaruhi difusi karbon dioksida (CO2) dan senyawa volatil lainnya yang dilepaskan dari benih dan akar yang berkecambah. Senyawa tersebut merupakan isyarat yang wireworm gunakan untuk mencari sumber makanan.
Variabel tanah lain yang dipelajari yang berhubungan dengan risiko kerusakan akibat wireworm adalah pH dan kandungan bahan organik. Beberapa spesies wireworm lebih menyukai tanah asam dan ditemukan pula spesies yang dapat aktif di tanah basa ataupun asam.
Selain itu, penemuan sebelumnya menunjukkan adanya peningkatan risiko kerusakan dari Agriotes spp. pada tanah dengan kandungan bahan organik tinggi. Bahan organik tanah berkontribusi dalam mempertahankan kelembapan sehingga kondisi lingkungan akan mendukung kelangsungan hidup dari wireworm.
Metode soil core removal dan solar bait traps merupakan dua teknik pengambilan sampel yang paling umum digunakan untuk monitoring wireworm di lapangan.
Metode soil core removal mudah dilakukan tetapi memiliki proses yang memakan waktu karena distribusi wireworm sering kali tidak merata, sehingga dibutuhkan banyak sampel untuk mendapatkan perkiraan infestasi yang akurat.
Di sisi lain, solar bait traps dirancang untuk menarik wireworm dan biasanya dibiarkan tertanam di tanah selama beberapa hari. Faktor seperti suhu tanah, kelembapan, tekstur, dan keberadaan sumber CO2 dapat memengaruhi efektivitas perangkap ini. Monitoring yang dilakukan saat wireworm sedang tidak aktif atau berada di lapisan tanah yang lebih dalam mungkin tidak memberikan hasil yang akurat atau dapat dipercaya.
Keberadaan wireworm menyebabkan banyak kerusakan dan kerugian pada tanaman budidaya. Upaya pencegahan dan pengendalian pada wireworm menjadi sangat penting dilakukan. Metode yang dapat diaplikasikan di antaranya praktik budaya, tanaman resisten dan toleran, pengendalian biologi, penggunaan insektisida, dan lainnya.
Tumpang sari, rotasi tanaman, pengolahan tanah, dan manipulasi air merupakan teknik yang dapat digunakan untuk praktik budidaya sekaligus metode pencegahan dan pegendalian wireworm.
Predator vertebrata umum, seperti burung, tikus tanah, dan amfibi dapat memangsa wireworm. Selain itu, Arthropoda termasuk kumbang carabid, kumbang kelana (Coleoptera: Staphylinidae) dan Larva dari Thereva nobilitata (Diptera: Therevidae) dilaporkan juga memangsa wireworm. Pengendalian secara biologi juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan beberapa spesies entomopatogen dari bakteri, nematoda, dan fungi.
Phenylpyrazole, pyrethroids, dan neonicotinoids merupakan kelompok insektisida yang paling umum digunakan untuk mengendalikan wireworm. Beberapa piretroid, seperti tefluthrin, dan neonicotinoid, seperti thiamethoxam, imidacloprid, dan clothianidin, diketahui bertindak sebagai pencegah makan dan digunakan sebagai pemeliharaan benih untuk mengurangi kerusakan dari wireworm.
Meskipun insektisida ini kurang efektif dalam menurunkan populasi wireworm secara drastis, insektisida ini diharapkan dapat memberikan perlindungan pada tanaman selama tahap rentan dalam perkembangannya.
Nah, demikian ulasan terkait larva kumbang klik hama tanaman budidaya. Semoga bermanfaat ya!
Author: Dherika
Barsics, F., Haubruge, E., & Francois, J.V. (2013). Management: An Overview of the Existing Methods, with Particular Regards to Agriotes spp. (Coleoptera: Elateridae). Insects, 4: 117-152. Doi:10.3390/insects4010117.
GrowVeg. (2007). Wireworm. Retrieved from https://www.growveg.co.uk/pests/uk-and-europe/wireworm-click-beetle/ (Accessed: November 20th, 2024).
Nikoukar, A., & Rashed, A. (2022). Integrated Pest Management of Wireworms (Coleoptera: Elateridae) and the Rhizosphere in Agroecosystems. Insects, 13(769):1-24. https://doi.org/10.3390/insects13090769.
Nordin, E.S. (2017). Life Cycle of Agriotes Wireworms and Their Effect on Maize Cultivation. Uppsala: Swedish University of Agricultural Sciences.
Misouri Botanical Garden. (2018). Wireworms. Retrieved from https://www.missouribotanicalgarden.org/search-results?q=wireworms (Accessed: November 20th, 2024).