Silica gel pertama kali didaftarkan sebagai pestisida pada tahun 1956. Silica gel dapat digunakan sebagai pestisida untuk mengendalikan serangga, tungau dan caplak di berbagai lokasi dalam dan luar ruangan, seperti tanaman biji-bijian yang disimpan, area penanganan makanan, rumah sakit, sistem pembuangan limbah, dan pada hewan/hewan peliharaan serta tempat tinggalnya. Silica gel adalah bentuk silikon dioksida amorf (non-kristal). Bahan ini bertindak sebagai desikan (pengering), menghilangkan lapisan pelindung berminyak yang menutupi tubuh serangga, menyebabkan serangga mengering dan mati (EPA, 1991). Saat ini, agen desikan yang dikenal untuk mengendalikan hama adalah Silica gel dan tanah diatom (DE). Baik silica gel maupun DE terdiri dari silikon dioksida, tetapi asal dan pembuatannya berbeda. DE bisa didapatkan dengan penambangan sisa-sisa fosil tumbuhan mikroskopis (diatom) yang cangkangnya mengeras dan mengandung Silica. Sedangkan, Silica gel diproduksi secara sintetis (seringkali dari pasir) melalui berbagai proses manufaktur (Potter et al., 2014).
Silica gel terkadang disebut juga sebagai “aerogel” dimana debu yang dihasilkan bisa sangat ringan sehingga formulasi yang digunakan untuk pengendalian hama dapat berupa bubuk halus yang terdiri dari partikel berpori yang sangat kecil. Partikel tersebut sering kali tersuspensi di udara setelah diaplikasikan. Untuk mengatasi hal ini, beberapa formulasi mengandung bahan tambahan seperti sulingan minyak bumi (Drione, Bayer Environmental Science), atau dibuat dalam bentuk aerosol cair (Tri-Die, BASF Corp.). Kedua formulasi ini mengandung piretrin dan piperonil butoksida. Baru-baru ini, formulasi lain (CimeXa) yang mengandung 100% Silica gel amorf dan tanpa bahan tambahan lainnya telah diperkenalkan oleh Rockwell Labs (Potter et al., 2014). Debu Silica gel dapat diaplikasikan dengan kemoceng genggam (hand-held power duster), kaleng aerosol (aerosol can), atau disuntikkan ke retakan dan celah (EPA, 1991). Partikel-partikel kecil debu Silica gel sering kali memiliki muatan elektrostatis yang membantunya menempel pada serangga merayap (Potter et al., 2014).
Silica gel mampu membunuh serangga dengan menghilangkan sebagian lapisan luar yang sangat tipis dan berlilin (epicuticle) yang membantu mereka menjaga kelembaban dan membatasi kehilangan air. Silica gel berfungsi seperti spons untuk menyerap lipid pada epicuticle dari serangga ke partikel. Akibatnya, mereka mengering dan mati karena dehidrasi. Penelitian telah menunjukkan bahwa debu yang memiliki daya “serap” tinggi umumnya lebih efektif dibandingkan debu yang bersifat abrasif dan kurang menyerap (seperti DE), khususnya pada kondisi lapangan (Mario et al., 2024; Potter et al., 2014).
Uji efikasi silica gel terhadap kutu busuk telah dilakukan. Hasil menunjukkan bahwa paparan singkat (hanya beberapa detik) dari silica gel yang berupa endapan yang hampir tidak terlihat mengakibatkan 100% kematian pada kutu busuk dewasa. Kematian yang cepat dan menyeluruh terjadi bahkan pada strain yang sangat resisten yang tidak dapat dibunuh dengan Temprid, insektisida cair yang paling banyak digunakan untuk pengendalian kutu busuk. Uji laboratorium dan lapangan lebih lanjut menunjukkan bahwa silica gel lebih efektif diaplikasikan sebagai debu dibandingkan suspensi berair. Pemanfaatan insektisida debu untuk hama ini biasanya diaplikasikan ke dalam rongga dinding, tempat tidur, furnitur, di bawah tepi karpet, dll. Pengaplikasian dapat dibantu dengan kuas, namun penggunaan ini bisa berantakan jika tidak diterapkan dengan tepat. Oleh karena itu, pengguna non-profesional sangatlah penting untuk membaca dan memahami instruksi atau cara kerjanya terlebih dahulu. Jika tidak dihilangkan dengan menyedot debu, endapan debu silica gel kemungkinan besar akan memiliki sisa yang lama, mungkin lebih dari satu tahun (Potter et al., 2014).
Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa penggunaan silica gel untuk pestisida akan menimbulkan bahaya bagi organisme non target atau lingkungan. Pengujian toksisitas yang telah dilakukan menunjukkan bahwa silica gel memiliki toksisitas akut sedang hingga rendah. Bahan ini telah ditempatkan dalam kategori toksisitas III untuk efek akut pada oral dan dermal (kategori toksisitas I menunjukkan tingkat toksisitas tertinggi, dan IV paling rendah) (EPA, 1991). LD50 oral akut sebanding dengan garam meja (Potter et al., 2014). Demikian pula, studi inhalasi dan studi iritasi mata dan dermal menunjukkan toksisitas sedang hingga rendah (EPA, 1991).
Meskipun silika gel memiliki toksisitas yang rendah, bubuknya ringan dan berdebu. Partikel di udara dapat mengiritasi mata dan saluran pernapasan. Karena sifat desikannya, debu juga mempunyai efek mengeringkan kulit yang dapat dihindari dengan memakai sarung tangan atau mencuci setelah penggunaan (Potter et al., 2014).
REFERENSI
Environmental Protection Agency (EPA). (1991). Silicon Dioxide and Silica Gel. Pesticides and Toxic Substances, 7508W: 1-4.
Mario, M.B., Patasik, W.Y., Muh, R.T.T., Mukhti, M., Amrina, R., Ahmad, A.J., Nurwahida., Lekhnath, K., Samir, A.M., Abdelgaleil., Eirene, B., & Ito, F. (2024). An Overview of Natural Inert Dust Utilization Againts Stored-Product Pests as Part of Integrated Pest Management. Journal of Tropical Life Science, 14(1): 143-154. http://dx.doi.org/10.11594/jtls.14.01.15.
Potter, M.F., Haynes, K.F., Jennifer, R.G., larry, W., Melody, W., & Travis, H. (2014). Silica Gel: A Better Bed Bug Dessicant. Pest Control Technology, 76-84.