Pernahkah kamu digigit oleh hewan yang tampak seperti nyamuk, namun ukurannya jauh lebih kecil daripada nyamuk biasanya? Selain itu, sensasi rasa gigitannya juga berbeda dibandingkan digigit oleh nyamuk umum seperti nyamuk Aedes ataupun Culex.
Hewan itu dikenal sebagai biting midges. Belum ada sebutan bahasa Indonesia yang pasti untuk menyebut hewan ini. Ada yang menyebutnya nyamuk kecil, lalat penggigit, lalat pasir, hingga terkadang sering juga disebut sebagai agas karena bentuknya yang hampir mirip.
Sebentar, bagaimana bisa serangga ini dapat disebut nyamuk dan lalat sekaligus? Sebenarnya hewan apakah biting midges ini?
Nah, untuk mengenal lebih jauh lagi terkait biting midges, mari kita telusuri lebih lanjut dalam artikel ini!
Habitat dan Persebaran
Biting midges merupakan spesies lalat yang tergolong dalam famili Ceratopogonidae. Famili ini memiliki lebih dari 5000 spesies yang tersebar di seluruh dunia, kecuali area Antartika dan Lingkar Artik. Biting midges disebut demikian karena dapat menggigit serta menghisap darah.
Tidak semua lalat dalam famili Ceratopogonidae dapat disebut sebagai biting midges, karena tidak semua lalat tersebut punya kemampuan untuk menggigit dan menghisap darah. Hanya ada tiga genus saja yang disebut sebagai biting midges yaitu Culicoides, Leptoconops, dan Forcipomyia.
Serangga ini dapat menjadi gangguan terutama bagi orang-orang yang sedang pergi ke hutan, pantai, atau area alam terbuka lainnya saat situasi angin sedang tenang. Gigitan serangga ini umumnya sangat sakit, menyebabkan rasa gatal, bahkan dapat menimbulkan lesi atau luka serta alergi bagi beberapa orang. Biasanya, orang-orang yang tergigit oleh biting midges merasakan seperti ada sesuatu yang menggigit, namun orang tersebut tidak dapat melihat atau mengetahui hewan apa yang menggigit.
Biting midges sering disalahartikan sebagai lalat pasir atau sand flies karena bentuk dan perilaku menggigitnya yang hampir sama. Padahal, keduanya merupakan spesies lalat yang berbeda. Lalat pasir berada dalam famili Psychodidae, sementara itu biting midges berada dalam famili Ceratopogonidae.
Biting midges juga berbeda dengan gnats dalam hal familinya, meskipun kedua istilah tersebut dalam bahasa Indonesia sama-sama disebut sebagai “agas”. Gnats hanya mencakup famili Mycetophilidae, Anisopodidae, and Sciaridae. Selain itu, gnats diketahui tidak memiliki perilaku menggigit dan menghisap darah. Habitat alami dari biting midges bervariasi untuk setiap spesies, mulai dari daerah rawa-rawa, tanah organik yang sangat basah namun tidak terendam air, dan peternakan.
Morfologi. Siklus Hidup, dan Perilaku
Biting midges merupakan serangga holometabola dan siklus hidupnya mencakup telur, larva, pupa, dan dewasa. Telur biting midges umumnya berbentuk lonjong seperti pisang atau sosis dengan panjang 0.25 mm.
Warnanya putih saat pertama kali diletakkan, namun selanjutnya akan berubah menjadi cokelat dan hitam. Satu batch telur terdiri dari 450 telur, dan sepanjang hidupnya serangga ini dapat bertelur sebanyak 7 batch. Telur akan menetas dalam waktu dua hingga 10 hari, bergantung spesies dan temperaturnya.
Larva berbentuk seperti cacing, berwarna putih krim, dan panjangnya sekitar 2-5 mm. Larva berkembang dalam empat instar sebelum berubah menjadi pupa. Larva tidak terbatas hanya pada lingkungan akuatik dan terestrial.
Lingkungan yang baik untuk perkembangan larva adalah lingkungan yang lembap. Pupa biting midges juga memiliki panjang yang hampir sama seperti larva, yakni sekitar 2-5 mm. Pupa dapat berwarna kuning pucat, cokelat muda, dan cokelat gelap. Fase pupa biasanya berlangsung selama dua sampai tiga hari.
Fase dewasa berwarna abu-abu dan ukurannya kurang dari 1/8 inci. Kedua sayap memiliki rambut-rambut yang lebat dan keberadaan rambut tersebut dapat memunculkan pola pigmentasi. Pola-pola sayap ini dapat digunakan sebagai dasar identifikasi spesies. Antenanya terdiri atas 15 segmen. Mulutnya memiliki gigi potong di area rahang bawah. Bagian organ ini hanya dapat ditemukan pada lalat betina, tidak pada jantan.
Siklus hidup dari biting midges dapat terjadi dalam kurun waktu dua sampai enam minggu, dan tentunya durasi ini bergantung pada jenis spesies dan kondisi lingkungan. Biting midges jantan umumnya menetas lebih cepat daripada betina. Baik jantan dan betina umumnya memakan nektar, namun biting midges betina memerlukan darah untuk pematangan telur-telurnya.
Serangga betina akan menghisap darah di waktu fajar dan senja, meskipun ada beberapa spesies yang lebih memilih menghisap darah di waktu siang. Beberapa spesies dapat bersifat autogenous dan dapat memproduksi telur batch pertama yang viable tanpa menghisap darah. Hal ini karena spesies tersebut dapat menggunakan cadangan energi yang tersedia saat periode larva.
Dampak Merugikan
Selain bersifat mengganggu, biting midges dapat menyebabkan masalah medis dalam hal reaksi alergi dari gigitannya. Selain itu, genus Culicoides diketahui dapat menjadi vektor patogen penyakit yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan
Di area Amerika Tengah, Amerika Selatan, Afrika Barat, Afrika Tengah, dan beberapa pulau di Karibia, biting midges merupakan vektor bagi cacing filarial dari genus Mansonella. Parasit ini dapat menyebabkan infeksi pada manusia yang menimbulkan dermatiti dan lesi kulit.
Tidak hanya itu, biting midges dari spesies Culicoides sonorensis bertanggungjawab terhadap transmisi virus bluetongue atau virus lidah biru pada domba dan sapi di Amerika Serikat. Penyakit lidah biru ini merupakan penyakit yang serius bagi hewan memamah biak dan dapat menyebabkan kerugian perdagangan senilai jutaan dolar.
Penyakit hewan lainnya yang dapat ditransmisikan oleh gigitan biting midges yang terinfeksi adalah virus African Horsesickness. Virus ini menyerang hewan kuda dan juga hewan ruminansia di Afrika dan Amerika Utara, bahkan virus ini dapat menyebabkan efek letal atau kematian bagi rusa.
Pengendalian
Secara historis, metode pengendalian awalnya dilakukan dengan pembangunan tanggul dan pengeringan lahan rawa untuk mengurangi habitat yang digunakan oleh biting midges pada tahap larva. Saat ini, cara tersebut tidak umum digunakan karena beberapa hal, yakni : (1) area yang terlalu luas, (2) perubahan pola aliran air di area besar dapat menimbulkan dampak lingkungan negatif, dan (3) distribusi larva yang tidak merata pada suatu habitat.
Insektisida sering digunakan untuk pengendalian, terutama penggunaan DDT yang menargetkan serangga dewasa. Namun, diketahui bahwa penggunaan insektisida ini tidak efisien. Meskipun penggunaan insektisida ini dapat membunuh biting midges yang aktif pada malam tertentu, namun efek yang ditimbulkan setelahnya adalah penyebaran mereka dapat menjadi lebih luas hingga memasuki area aktivitas manusia. Tentunya hal ini memerlukan pengaplikasian insektisida di beberapa area dengan durasi yang lebih sering, dan tentunya hal ini tidak efisien serta dapat merusak lingkungan.
Dalam skala besar, atraktan berupa karbon dioksida dapat digunakan untuk menarik biting midges menuju target yang telah diberi insektisida. Target tersebut nantinya akan membunuh serangga itu. Salah satu cara agar mencegah biting midges masuk ke dalam rumah adalah dengan memasang screening berupa jaring atau kawat pada jendela dan patio. Hampir sebagian besar biting midges dapat melewati 16-mesh jaring kawat, oleh karena itu dibutuhkan screen dengan ukuran yang lebih kecil.
Repelen yang mengandung DEET atau N,N-dietil-meta-toluamida dapat digunakan dalam konsentrasi aman dan diaplikasikan secara topikal ke ata permukaan kulit untuk mencegah gigitan biting midges.
Demikian informasi tentang biting midges dan cara pengendaliannya. Semoga bermanfaat, ya! Apabila sedang mencari perusahaan pengendalian hama berlisensi, Ahli Hama dapat dipilih sebagai lembaga independen terpercaya.
Nah, demikian ulasan singkat terkait Biting Midges dan bagaimana cara pengendaliannya
Apabila sedang mencari perusahaan pengendalian hama berlisensi, Ahli Hama dapat dipilih sebagai lembaga independen terpercaya.
Di sini menyediakan berbagai jenis layanan training mencakup:
Selain itu, adapun konsultan manajemen dan sertifikasi bebas hama untuk penilaian keberadaan hama.
Untuk informasi lebih lanjut silahkan menghubungi kami melalui +62 821-1825-0931.
Author : AS Zuhri
REFERENSI
Blanton FS, Wirth WW. 1979. The sand flies (Culicoides) of Florida (Diptera: Ceratopogonidae). Arthropods of Florida and Neighboring Land Areas; Volume 10. Florida Department of Agriculture and Consumer Services. Gainesville, FL. 204 pp.
Day, JF, Duxbury, CG, Glasscock, S and Paganessi, JE. 2001. Removal trapping for the control of coastal biting midge populations. Technical Bulletin of the Florida Mosquito Control Association. 4th Workshop on Salt Marsh Management and Research. Florida Mosquito Control Association, Ft. Myers, FL. 3: 15-16.
Eldridge, BF and Edman, JD, Eds. 2000. Medical Entomology: A Textbook on Public Health and Veterinary Problems Caused by Arthropods. Kluwer Academic Publishers, Dordrecht, The Netherlands.
Foote RH, Pratt HD. 1954. The Culicoides of the eastern United States (Diptera, Heleidae). Public Health Monograph No. 18. Publication No. 296. U. S. Department of Health, Education and Welfare, Public Health Service. 53 pp.
Holbrook FR. 1996. Biting midges and the agents they transmit. In Beaty BJ, Marquardt WC (Eds), The Biology of Disease Vectors. University Press of Colorado, Niwot, CO. p. 110-116.
Mullen G. Biting midges (Ceratopogonidae). In Mullen G, Durden L (Eds). 2002. Medical and Veterinary Entomology. Elsevier Science, San Diego, CA. p. 163-183.
Rutledge CR, Day JF. 2002. Mosquito Repellents. EDIS. University of Florida/IFAS. (15 June 2016)