Ornithonyssus bacoti, juga dikenal sebagai tungau tikus atau tungau tikus tropis, adalah tungau ektoparasit dari genus Macronyssidae yang banyak ditemukan dapat menginfestasi spesies hewan pengerat. Mereka bersifat hematofag atau pemakan darah yang dimanfaatkan menjadi sumber nutrisinya.
Hewan pengerat yang sering dijadikan sebagai inang dari Ornithonyssus bacoti adalah spesies tikus liar, seperti Rattus exulans, Rattus rattus, dan Rattus norvegicus. Namun, telah dilaporkan juga bahwa tungau tikus dapat menginfestasi manusia.
Laporan kasus dermatitis alergi akibat tungau tikus pada manusia telah didokumentasikan di seluruh dunia termasuk Afrika, Asia, Eropa, India, dan Amerika Serikat.
Artikel ini akan membahas mengenai tungau tikus (Ornithonyssus bacoti), lengkap dengan penjelasan mengenai bahaya dan cara mengendalikannya. Yuk simak uraian di bawah ini.
Tahapan perkembangan dari tungau tikus, yaitu telur, larva dan nimfa (telur: 0,3–0,4 mm, larva 0,3–0,4 mm, nimfa: 0,5–0,7 mm), serta akan muncul menjadi dewasa. Seluruh siklus perkembangan berlangsung 11–16 hari pada suhu ruangan normal dan kelembaban relatif 75–80%.
Tungau tikus dewasa memiliki ukuran yang kecil, yaitu sekitar 0,75 - 1,4 mm dengan warna tubuh putih hingga kecoklatan. Mereka akan tampak berwarna merah tua hingga hitam setelah menghisap darah.
Ciri morfologi khusus yang membedakan tungau tikus dengan tungau lainnya dapat dilihat jelas dengan bantuan mikroskop. Mereka memiliki bagian yang dinamakan setae dengan ukuran yang panjang di bagian dorsal (dorsal plate) dan setae pendek di bagian ventral tubuhnya (sternal plate). Pada bagian ventral teramati sebanyak 3 pasang saja.
Setae dari tungau teramati mirip rambut dan berfungsi sebagai alat sensorik yang membantu mereka merasakan lingkungan sekitar dan mencari inangnya.
Tungau betina dewasa yang matang secara seksual bersanggama 24 jam setelah keluar dari tahap nimfa, mencari makan darah setiap 48–72 jam, dan menyimpan sekitar 90-140 telur dalam periode 70 hari. Telur biasanya disimpan di bagian lainnya dari inang, mereka cenderung tidak menyimpan telurnya di permukaan kulit inang.
Tungau tikus sangat produktif dalam bereproduksi dan sangat tahan terhadap berbagai kondisi lingkungan, sehingga mereka dapat dengan cepat menyebar dan sulit dihilangkan. Menurut literatur, tungau tikus di tahap nimfa dapat bertahan lebih dari 40 hari tanpa menghisap darah.
Tungau tikus aktif di malam hari dan mencari tempat persembunyian yang gelap di siang hari pada inangnya. Preferensi inang mereka, yaitu tikus liar (tikus Norwegia, tikus rumah, dan mencit) dan hewan pengerat peliharaan (gerbil dan hamster).
Tungau tikus (Ornithonyssus bacoti) dapat menyebabkan berbagai gejala pada inangnya, termasuk dermatitis (peradangan kulit), scratching (menggaruk karena rasa gatal), penurunan berat badan, dan penurunan jumlah kelahiran pada hewan yang terinfestasi. Infestasi yang berat pada hewan dapat menyebabkan anemia dan akhirnya terjadi kematian inang.
Selain menyebabkan gejala-gejala tersebut, tungau tikus juga dapat berfungsi sebagai vektor (pembawa) patogen dari hewan pengerat liar. Ini berarti tungau tikus dapat membawa dan menularkan penyakit dari hewan pengerat liar ke inang lain. sitas
Contoh patogen yang dapat ditularkan oleh tungau tikus termasuk cacing filaria Litomosoides sigmodontis (yang juga menularkan Hepatozoon muris), serta bakteri seperti Rickettsia, Yersinia pestis (penyebab wabah pes), dan Bartonella.
Infestasi tungau tikus mungkin saja terjadi pada organisme lainnya, selain tikus. Mereka berpotensi mengangggu manusia yang banyak berinteraksi dengan inang utamanya (tikus), seperti petugas laboratorium hewan uji.
Sebuah laporan dari petugas laboratorium menyebutkan bahwa tungau ditemukan terutama di lingkungan sekitar hewan, seperti bagian atas kandang. Orang yang terinfestasi tungau tikus akan mengalami lesi kulit seperti gigitan serangga yang gatal.
Penjualan dan distribusi hewan pengerat kecil tanpa menghilangkan ektoparasit serta sampah dan pakan dari kandang pengembangbiakan dapat berkontribusi besar terhadap penyebaran tungau tikus ini. Selain itu, kucing liar yang menangkap hewan pengerat yang terinfeksi juga berkontribusi terhadap penyebaran tungau tikus ke pemilik hewan peliharaan.
Pada awalnya, pengendalian tungau tikus sebagian besar didasarkan pada pestisida (piretrin dan piretroid), serta aerogel silika terfluorida atau silamektin. Namun, penggunaannya menjadi tidak direkomendasikan, khususnya pengendalian di laboratorium hewan uji, karena alasan keamanan.
Percobaan sebelumnya menunjukkan bahwa penggunaan strip fumigan yang mengandung dichlorvos, sejenis pestisida organofosfat, berhasil membasmi tungau tikus dari koloni tikus tua tanpa menyebabkan efek samping klinis pada tikus-tikus tersebut.
Meskipun dalam kasus sebelumnya tidak ada efek samping, para peneliti tetap merasa ragu untuk menggunakan dichlorvos di laboratorium hewan uji. Kekhawatiran ini didasarkan pada sifat dichlorvos sebagai antikolinesterase, yang berarti zat tersebut dapat menghambat enzim kolinesterase, yang penting untuk fungsi sistem saraf.
Pengobatan dengan Ivermectin menunjukkan efektivitas tinggi pada hewan pengerat. Ivermectin mudah diaplikasikan dengan disemprotkan, dioleskan, dan/atau diminum.
Keamanan saat bekerja untuk petugas laboratorium hewan penting dilakukan. Mereka diharuskan mengenakan pakaian pelindung dan penutup sepatu saat bekerja, serta perlu membersihkan kandang dengan disinfektan secara rutin.
Nah, demikian ulasan singkat terkait kecoa mendesis Madagaskar beserta cara pengendaliannya.
Untuk informasi lebih lanjut silahkan menghubungi kami melalui +62 821-1825-0931.
Author: Dherika
Referensi
Beck, W., & Holst, R.F. (2009). Tropical Rat Mites (Ornithonyssus bacoti) – Serious Ectoparasites. Journal of the German Society of Dermatology, 7: 667-670. Doi: 10.1111/j.1610-0387.2009.07140.x.
Bhuyan, P.J., & Nath, A.J. (2015). Record of Tropical Rat Mite, Ornithonyssus bacoti (Acari: Mesostigmata: Macronyssidae) from Domestic and Peridomestic Rodents (Rattus rattus) in Nilgiris, Tamil Nadu, India. Journal of Arthropod-Borne Diseases, 10: 98 - 101.
Brito-Casillas Y, Díaz-Sarmiento M, García-Arencibia M, Carranza C, Castrillo A, Fernández-Pérez L, Zumbado-Peña M, González JF, Wägner AM. (2018). Outbreak and Eradication of Tropical Rat Mite (Acari: Macronyssidae) in a European Animal Facility. J Med Entomol, 55(2): 468-471. Doi: 10.1093/jme/tjx184.
Diagnosis. (2005). Tropical rat mite (Ornithonyssus bacoti) acariasis. Lab Anim, 34: 26–27. https://doi.org/10.1038/laban1005-26.