Dalam pengendalian hama terpadu, Ampulex compressa, atau biasa dikenal sebagai tawon permata, memiliki potensi sebagai agen pengendalian biologis terhadap kecoa. Tawon ini telah berevolusi membentuk hubungan parasit yang unik dengan inangnya, yaitu kecoa Amerika (Periplaneta americana).
Kemampuan unik yang dimiliki tawon ini adalah bisa mengubah kecoa menjadi zombi, sehingga mampu dikendalikan.
Kesadaran yang semakin baik akan penggunaan pestisida kimia, yang dapat menimbulkan dampak lingkungan dan berkontribusi pada resistensi pestisida menjadikan Ampulex compressa sebagai metode alternatif yang menawarkan metode berkelanjutan untuk pengendalian populasi kecoa.
Tawon permata (Ampulex Compressa), hidup di daerah tropis yang mencakup Afrika, Asia Selatan, Asia Tenggara, dan kepulauan Pasifik. Kehadiran tawon dewasa lebih terlihat pada musim panas.
Tawon permata (Ampulex compressa) adalah tawon soliter dari keluarga Ampulicidae. Morfologi tawon permata, Ampulex Compressa, berwarna biru-hijau metalik dan pangkal kaki berwarna merah, berukuran panjang 2-3 cm (Fox et al. 2009)
Tawon ini memeiliki strategi reproduksinya yang khas yaitu dengan menyengat kecoa dan memanfaatkannya sebagai inang bagi larvanya, sehingga dapat dikategorikan sebagai parasit entomofag.
Bagaimana mekanisme tawon ini mengubah kecoa menjadi zombi? mari kita simak sama-sama.
Setelah bertemu dengan kecoa, tawon ini akan menyengat sebanyak dua kali dengan tujuan yang berbeda.
Sengatan pertama diarahkan ke ganglia toraks kecoa. Sengatan ini melumpuhkan kaki depan kecoa sementara dengan mengganggu sirkuit motorik tanpa memengaruhi fungsi tubuh lainnya(ampulex compressa stung).
Racun yang disuntikkan selama sengatan ini terutama memblokir sambungan neuromuskuler, menyebabkan kelumpuhan sementara yang berlangsung selama 1 hingga 2 menit. Dalam durasi tersebut tawon permata akan melakukan sengatan keduanya.
Sengatan kedua menargetkan otak kecoa, menyerang dua area utama: ganglion subesofageal dan kompleks sentral di ganglion supraesofageal (ampulex compressa stung). Sengatan ini menembus jaringan otak yang bertanggung jawab atas kontrol gerakan dan perilaku melarikan diri.
Racun dari sengatan kedua ini mengandung campuran kimia yang unik yang memengaruhi kemampuan kecoa untuk memulai gerakan spontan. Alih-alih melumpuhkan kecoa, racun tersebut mengubah sirkuit sarafnya, menginduksi keadaan lesu.
Penelitian menyebutkan bahwa zat mirip dopamin dalam racun menginduksi perilaku grooming berlebihan pada kecoa segera setelah sengatan mengakibatkan kecoa kehabisan energi dalam durasi tertentu.
Selain itu, racun ini mengandung senyawa yang bekerja pada reseptor opioid, mengurangi respons kecoa terhadap rasa sakit dan menurunkan kemampuannya untuk melarikan diri.
Mekanisme inilah yang disebut "zombifikasi," menyebabkan kecoa menjadi pasif dan tidak responsif terhadap rangsangan yang biasanya memicu perilaku melarikan diri.
Siklus hidup Tawon Permata Zamrud (Ampulex Compressa) melibatkan beberapa tahap, seperti yang dijelaskan dalam penelitian Arvidson dkk. (2018). Siklus hidup tawon dimulai dengan tawon betina yang menyuntikkan racun pada kecoa Amerika.
Setelah menjadi “zombi”, Tawon kemudian bertelur di kaki mesothoracic kecoa kemudian mengubur kecoa dalam celah kecil pada tanah mengurangi kemungkinannya kabur. telur yang sudah di letakkan akan menetas tiga hari kemudian, lalu larva mereka memakan hemolimfa kecoa selama beberapa hari berikutnya.
Larvanya melewati tiga fase instar, dengan dua instar pertama menjadi ektoparasitoid dan yang ketiga secara endoparasitoid. Larva instar pertama menembus kutikula kecoa untuk memakan hemolimfa, sedangkan larva instar kedua memasuki rongga tubuh kecoa dan memakan organ dalam sebagai persiapan menjadi pupa.
Sekitar lima hari setelah telur diletakkan, larva berpindah ke persimpangan torako-koksal kaki metatoraks dan membuat lubang besar di sepanjang bagian persendian kutikula lunak sehingga dapat menembus tubuh kecoa (Arvidson et al. 2018).
Setelah berada di dalam tubuh kecia, larva instar ketiga akan memakan seluruh lemak tubuh dan otot yang berada dalam jangkauannya, menyisakan usus dan tubulus Malpighi. Mereka kemudian memakan organ dalam inangnya selama sekitar 3 hari dan menjadi pupa di dalam perut kecoa.
Setelah menyelesaikan perkembangannya, larva memintal pupa dengan sutra, dan perkembangan pupa berlangsung beberapa minggu. pupa terjadi kira-kira delapan hari setelah telur diletakkan. Kira-kira 5 minggu kemudian, seekor tawon dewasa menetas dari pupa dan keluar dari perut inang kecoa. Kemudian, tawon dewasa keluar dari kulit kecoa yang telah kering untuk menyelesaikan siklus hidupnya (Arvidson dkk. 2018).
Tawon betina berukuran lebih besar dibandingkan tawon jantan. Massa kecoa betina dewasa yang baru menetas dari pupa secara signifikan lebih besar dibandingkan kecoa jantan, dan hanya kecoa A.compressa betina yang dapat melakukan perilaku parasit berupa penyengatan terhadap kecoa (Arvidson dkk. 2018).
Walaupun memiliki mekanisme yang unik, pengendalian menggunakan serangga ini juga memiliki kelemahan.
F.X. Williams memperkenalkan A.compressa ke Hawaii pada tahun 1941 untuk tujuan biokontrol. Namun upaya ini terbukti kurang efektif karena perilaku teritorial tawon dan skala perburuannya yang terbatas.
Selain itu, siklus reproduksi A. compressa yang lambat mungkin membatasi kemampuannya untuk dengan cepat mengendalikan kecoa dalam populasi yang besar.
Nah, demikian ulasan singkat terkait kecoa zombi . Semoga bermanfaat ya!
REFERENSI:
Arvidson, R., Landa, V., Frankenberg, S., & Adams, M. E. (2018). Life History of the Emerald Jewel Wasp Ampulex compressa. Journal of Hymenoptera Research, 63, 1–13. https://doi.org/10.3897/jhr.63.21762
Fox, E. G. P., Bressan-Nascimento, S., & Eizemberg, R. (2009). Notes on the biology and behaviour of the jewel wasp, Ampulex compressa (Fabricius, 1781) (Hymenoptera; Ampulicidae), in the laboratory, including first record of gregarious reproduction. Entomological News, 120(4), 429-437. doi:10.3157/021.120.0412. ISSN 0013-872X. S2CID 83564852
Keasar, T., Sheffer, N., Glusman, G., & Libersat, F. (2006). Host‐Handling Behavior: An innate component of foraging behavior in the parasitoid wasp Ampulex compressa. Ethology, 112(7), 699-706.
Libersat, F., & Gal, R. (2014). Wasp voodoo rituals, venom-cocktails, and the zombification of cockroach hosts. American Zoologist, 54(2), 129-142.
Williams, F. X. (1942). "Ampulex compressa (Fabr.), a cockroach-hunting wasp introduced from New Caledonia into Hawaii". Proc. Hawaiian Entomological Society. 11: 221–233.
VELTMAN, J., & WILHELM, W. (2007). Husbandry and display of the Jewel wasp: Ampulex compressa and its potential value in destroying cockroaches. International Zoo Yearbook, 30(1), 118–126. doi:10.1111/j.1748-1090.1991.tb03473.x