Pernahkah kalian menemukan serangga kecil seperti kumbang yang bersembunyi di balik sela-sela bulir beras? Hewan tersebut sering disebut dengan sebutan kumbang beras atau Sitophilus oryzae. Keberadaan hewan ini kerap dianggap sangat mengganggu, terutama jika mereka bersarang di karung beras. Yuk, mari kita kenal lebih lanjut hama yang satu ini!
Kumbang beras (Sitophilus oryzae) dikenal juga dengan sebutan rice weevil dalam bahasa Inggris. Kumbang ini memiliki satu ciri khas, yakni moncong panjang di bagian kepalanya. Bagian mulutnya sendiri merupakan mulut dengan tipe pengunyah.
Bagian toraksnya memiliki lubang-lubang berbentuk tidak beraturan. Tutupan sayapnya memiliki empat titik terang, dan sayap ini dapat digunakan untuk terbang. Secara perilaku, kumbang ini dapat berpura-pura mati dengan cara mendekatkan kaki-kakinya ke sumbu tubuh utamanya dan tetap diam meskipun tengah diganggu.
Kumbang beras termasuk serangga holometabola. Artinya, kumbang ini memiliki fase metamorfosis sempurna yang meliputi telur, larva, pupa, dan dewasa. Kumbang beras biasanya bertelur pada celah antara bulir-bulir beras atau debu.
Seekor kumbang betina dapat bertelru sekitar empat telur per hari. Selama jangka hidupnya yang mencapai 5 bulan, kumbang ini dapat bertelur sekitar 250-400 telur. Telur ini nantinya akan menetas dalam kurun waktu 3 hari. Telur diletakkan di bagian dalam bulir yang sudah dilubangi.
Gambar 1. Siklus hidup kumbang beras
Setelah menetas, kumbang beras akan masuk ke dalam fase larva. Di fase ini mereka tidak memiliki kaki, kepalanya berukuran kecil, dan berwarna putih hingga putih krim. Larva akan memakan bulir-bulir beras selama 18 hari. Hanya pada fase inilah kumbang mengalami fase pertumbuhan.
Larva akan memakan bulir beras berkali-kali lipat dari berat tubuhnya sendiri. Secara periodik, larva akan mengalami molting atau pergantian kulit untuk menyesuaikan ukuran tubuhnya yang semakin lama semakin besar. Selanjutnya, kutikula dari larva akan mengeras dan mengalami maturasi.
Selanjutnya, larva akan berkembang menjadi pupa. Tahap pupa berlangsung selama 6 hari. Pada fase ini, pupa tidak akan makan dan minum. Fase pupa mengalami perkembangan yang sangat dramatis, baik internal ataupun eksternal. Kumbang di fase pupa memiliki moncong yang panjang seperti kumbang dewasa.
Setelah menetas dari pupa, kumbang beras memasuki tahap dewasa. Di tahap ini, warna tubuhnya menjadi merah kecokelatan dan panjang tubuhnya berkisar 0.1-1.7 cm. Ada tiga pasang kaki dan tubuhnya terbagi menjadi kepala, toraks, dan abdomen. Bagian moncong kepala kumbang beras dapat mencapai 1 mm, hampir 1/3 dari total panjang tubuhnya.
Keseluruhan siklus hidup memakan waktu sekitar 26-32 hari terutama pada bulan-bulan musim panas. Durasi ini dapat menjadi lebih panjang pada cuaca yang lebih dingin.
Persebaran Habitat dan Preferensi Makanan
Kumbang beras biasanya mudah ditemukan pada lumbung padi, gudang-gudang persediaan biji-bijian untuk konsumsi, dan pabrik-pabrik makanan. Mereka dapat menginfestasi gandum, oat, gandum hitam, jelai, jewawut, jagung, sorgum, dan tentunya beras. Terkadang, mereka juga dapat ditemukan di tempat penyimpanan biji bunga matahari, jagung kering, dan kacang-kacangan.
Kumbang beras tidak menggigit dan menyebabkan kerusakan pada bahan yang terbuat dari kayu. Secara persebaran, kumang beras termasuk hama kosmopolitan dan berasal dari wilayah Timur Jauh dan India. Mereka dapat hidup dimana saja selama kondisi lingkungannya mencukupi untuk pertumbuhan dan perkembangan mereka. Persebaran mereka terutama difasilitasi oleh aktivitas perdagangan.
Dampak dan Manajemen Pengendalian
Kumbang beras dapat menimbulkan dampak negatif serta destruktif, terutama pada sektor penyimpanan biji-bijian. Keberadaan mereka dapat menghancurkan bulir-bulir beras dan bahan konsumsi lainnya.
Beberapa tanda bahwa beras sudah diinfestasi oleh kumbang beras antara lain suhu permukaan bulir-bulir meningkat atau lebih hangat dibandingkan biasanya, lalu kelembapan yang cukup tinggi dan menyebabkan beberapa bulir berkecambah, serta keberadaan kumbang dewasa itu sendiri.
Aspek paling penting dalam pengendalian kumbang beras adalah mengetahui lokasi sumber infestasi. Untuk mengetahui hal tersebut, kita dapat menggunakan perangkap lengket (sticky traps) di sekeliling ruangan untuk menentukan letak lokasi infestasi. Sticky traps dengan densitas paling tinggi dari kumbang beras kemungkinan dekat dengan lokasi infestasi.
Material yanh sudah terinfestasi harus dihancurkan atau dibuang. Semua tahapan siklus hidup kumbang beras dapat dibunuh dengan suhu tinggi, yakni sekitar 50 hingga 60°C selama 1 jam atau dengan suhu rendah, yakni 0°C selama satu minggu.
Tindakan pengendalian terbaik adalah dengan menyimpan produk yang berpotensi besar terserang hama dalam wadah anti hama yang terbuat dari plastik, kaca, atau logam. Biji-bijian dan kacang-kacangan dapat disimpan dalam jangka panjang dengan menambahkan es kering (karbon dioksida padat) berukuran 1 inci (16 ml) ke dalam stoples berisi biji-bijian dan menutup tutupnya. Atmosfer karbon dioksida mencegah semua hama produk yang disimpan.
Infestasi di area non-makanan dapat diatasi dengan penyemprotan ruang atau perawatan retakan dan celah dengan insektisida residual yang mencantumkan kumbang beras pada labelnya. Infestasi biji-bijian dalam jumlah besar dikendalikan dengan pengasapan.
Demikian informasi terkait kumbang beras. Semoga bermanfaat, ya!
Untuk informasi lebih lanjut silahkan menghubungi kami melalui +62 821-1825-0931.
Author: AS Zuhri
REFERENSI
Boudreaux, H. B. (1969). The identity of Sitophilus oryzae. Annals of the Entomological Society of America, 62(1), 169–172. https://doi.org/10.1093/aesa/62.1.169
Heddi, A., Grenier, A. M., Khatchadourian, C., Charles, H., & Nardon, P. (1999). Four intracellular genomes direct weevil biology: Nuclear, mitochondrial, principal endosymbiont, and Wolbachia. Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America, 96(12), 6814–6819. https://doi.org/10.1073/pnas.96.12.6814
Hong, K. J., Lee, W., Park, Y. J., & Yang, J. O. (2018). First confirmation of the distribution of rice weevil, Sitophilus oryzae, in South Korea. Journal of Asia-Pacific Biodiversity, 11(1), 69–75. https://doi.org/10.1016/j.japb.2017.12.005
Maceljski, M., & Korunić, Z. (1973). Contribution to the morphology and ecology of the Sitophilus zeamais Motsch. in Yugoslavia. Journal of Stored Product Research, 9(4), 225–234. https://doi.org/10.1016/0022-474X(73)90004-0
Maire, J., Parisot, N., Galvao Ferrarini, M., Vallier, A., Gillet, B., Hughes, S., et al. (2020). Spatial and morphological reorganization of endosymbiosis during metamorphosis accommodates adult metabolic requirements in a weevil. Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America, 117(32), 19347–19358. https://doi.org/10.1073/pnas.2007151117