Lalat jamban – dikenal juga sebagai lalat hijau karena tampilan warna hijaunya yang mencolok – memiliki nama ilmiah Chrysomya megacephala. Lalat ini biasanya sering muncul di bangkai-bangkai yang sudah mulai membusuk atau di tempat yang ada kotorannya.
Ternyata, selain posisinya yang dapat dikategorikan sebagai hama, lalat yang satu ini juga memiliki manfaat dalam bidang tertentu. Bagaimana bisa seperti itu? Mari kita telusuri lebih lanjut.
Lalat jamban mengalami siklus hidup holometabola, artinya siklus hidupnya melewati fase telur-larva-pupa-dewasa. Telur dari lalat ini berbentuk oval dengan satu bagiannya yang tampak datar.
Fase larva lalat jamban melewati tiga fase instar. Larvanya sendiri memiliki ukuran yang bervariasi tergantung tingkatan instarnya, dan bentuknya seperti larva lalat pada umumnya, namun bagian belakangnya memiliki karakteristik lebih tebal. Pupa terbentuk dari rangka luar (eksoskeleton) larva instar ketiga dan berwarna cokelat dengan bagian spirakel anteriornya berwarna kuning.
Selanjutnya, ketika dewasa, lalat ini memiliki warna biru-kehijauan metalik yang mencolok, terutama di bagian toraks dan abdomennya. Kedua matanya terbilang besar untuk ukuran serangga dan berwarna merah. Pada jantan, jarak antar kedua matanya lebih dekat. Sementara itu, pada betina, jarak antara kedua matanya lebih jauh.
Gambar 1. Mata lalat jamban jantan (A-B) dan betina (C-D)
Pada saat kondisi cuaca bagus, seekor lalat betina dewasa dapat hinggap di bangkai atau bahan-bahan organik yang sedang membusuk untuk meletakkan telurnya sebanyak 220-235 butir. Lalat betina diketahui beraktivitas dominan di waktu pagi sampai sore, namun ada penelitian yang menunjukkan bahwa lalat ini juga dapat bertelur di malam hari dengan syarat suhu yang lebih hangat. Pupa jantan cenderung “menetas” dua sampai tiga jam lebih dulu daripada betina, hal ini kemungkinan disebabkan genom jantan sedikit lebih kecil daripada betina.
Proses perkawinan terjadi dua hari pasca keluarnya lalat dari pupa dan oviposisi dimulai pada hari ketiga atau keempat. Pada kelembapan relatif 40%, rata-rata jangka hidup lalat dewasa adalah 64 hari, dan maksimumnya dapat mencapai 105 hari. Lalat jantan hidup tujuh hari lebih lama daripada betina.
Distribusi awal dari spesies ini berada di wilayah Oriental dan Australasian, terutama di wilayah Papua Nugini, Samoa, dan New Caledonia. Lalat ini telah diobservasi berada dalam rentang habitat yang cukup luas, baik itu natural dan artifisial, serta iklim yang bervariasi. Altitude habitatnya mencakup dari 0 m permukaan laut hingga 2667 meter di atas permukaan laut.
Lalat jamban mudah ditemukan di wilayah permukiman manusia dimana lalat ini dapat menemukan ikan mati, bangkai, kotoran manusia, buangan aktivitas manusia, buah-buahan, dan segala sumber yang membusuk lainnya.
Sementara itu, larva dari lalat ini memakan daging, hati, dan jaringan-jaringan lunak dari mamalia ataupun burung. Namun, pada ikan, diketahui aktivitas makan ini jauh lebih meningkat, walaupun ikan itu sudah diasinkan dengan kadar garam yang cukup tinggi.
Dampak paling merugikan yang timbul dari keberadaan lalat ini adalah menjadi sumber sekunder dari terjadinya myiasis pada manusia. Lalat ini tidak melukai kulit, namun masuk melalui luka terbuka untuk menimbulkan efek myiasis.
C. megacephala merupakan pembawa patogen yang mencakup bakteri, protozoa, hingga telur-telur cacing ke makanan manusia. Hal ini tidak lepas dari kebiasaannya hinggap bertelur di bangkai ataupun kotoran manusia. C. megacephala juga dapat merusak ikan yang sedang diawetkan melalui metode penjemuran matahari.
Namun, di balik sisi merugikan tersebut, ternyata lalat ini juga memberikan keuntungan tertentu, salah satunya di bidang forensik. Keberadaan lalat ini dapat digunakan untuk memprediksi waktu kematian mayat melalui telur atau larva yang berada di mayat tersebut.
Beberapa cara pengendalian dari lalat jamban hampir sama dengan lalat pada umumnya. Lalat ini dapat dikontrol menggunakan umpan berbau atraktan dan menggiringnya untuk masuk ke dalam perangkap. Penggunaan insektisida juga dapat dilakukan, meskipun hal ini dapat menimbulkan dampak negatif berupa resistensi jika penggunaan insektisida tidak terukur dengan baik.
Demikian informasi terkait lalat jamban. Semoga bermanfaat, ya!
Untuk informasi lebih lanjut silahkan menghubungi kami melalui +62 821-1825-0931.
REFERENSI
Byrd, J. H., & Castner, J. L. (2001). Forensic entomology. Florida: CRC Press.
Chaiwong, T., Sukontason, K., Olson, J. K., Kurahashi, H., Chaithong, U., & Sukontason, K. L. (2008). Fine structure of the reproductive system of Chrysomya megacephala. Parasitology Research, 102(5), 973–980.
de José, A., Oliveira, D., Rocha, T., & Caetano, F. H. (2008). Ultramorphological characteristics of Chrysomya megacephala (Diptera, Calliphoridae) eggs and its eclosion. Micron, 39(8), 1134–1137.
Wells, J. D. (1991). Chrysomya megacephala (Diptera: Calliphoridae) has reached the continental United States: Review of its biology, pest status, and spread around the world. Journal of Medical Entomology, 28(3), 471–473.