Pengendalian Hama Pada Budidaya Jamur Tiram

Pengendalian Hama Pada Budidaya Jamur Tiram
06
Rabu, 6 Maret 2024

Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan jamur yang tergolong dalam kelompok Basidiomycota dan termasuk dalam kelas Homobasidiomycetes. Tubuh buahnya memiliki ciri khas berwarna putih hingga krem, dengan tudung yang membentuk setengah lingkaran menyerupai cangkang tiram, memiliki bagian tengah yang sedikit cekung (Batubara, 2019).

Gambar 1 Jamur tiram

Budidaya jamur tiram dapat dilakukan di berbagai lokasi, termasuk dataran tinggi maupun dataran rendah, memberikan fleksibilitas kepada para petani untuk memilih lokasi yang paling sesuai dengan kebutuhan tanaman. Di Indonesia, iklim tropis yang ada mendukung pertumbuhan jamur tiram dengan suhu dan kelembaban yang tinggi sepanjang tahun, menciptakan lingkungan ideal untuk budidaya.Selain itu, tanah di Indonesia umumnya subur dan kaya nutrisi, memberikan dasar yang baik untuk pertumbuhan jamur tiram. Bahan baku seperti jerami dan serbuk gergaji, yang biasa digunakan sebagai substrat, juga mudah ditemukan (Kementan RI, 2010).

Dalam kesehariannya, masyarakat Indonesia cenderung menyukai dan mengonsumsi jamur, sehingga ketersediaan pasar konsumen yang besar dapat mendukung keberlanjutan usaha budidaya jamur tiram. Keuntungan lainnya adalah bahwa budidaya jamur tiram tidak memerlukan investasi modal awal yang tinggi jika dibandingkan dengan beberapa jenis pertanian lainnya, sehingga dapat diakses oleh banyak petani atau pengusaha kecil. Dengan siklus pertumbuhan yang relatif cepat, jamur tiram memungkinkan beberapa panen dalam setahun, terutama dengan manajemen yang baik, yang dapat menghasilkan hasil produksi yang tinggi. Semua keunggulan ini membuat budidaya jamur tiram menjadi pilihan menarik dalam sektor pertanian Indonesia (Kementan RI, 2010).

Gambar 2 Lalat sciarid sebagai salah satu hama serangga pada jamur tiram

Meskipun budidaya jamur tiram menawarkan berbagai keuntungan, terdapat tantangan dalam proses budidayanya. Salah satunya adalah kerentanan jamur terhadap investasi hama yang menjadi suatu masalah bagi para petani jamur tiram. Jenis-jenis hama dan penyakit yang muncul pada saat pembudidayan jamur tiram diantaranya serangga, siput, rayap, jamur gulma (Mucor rhizopus dan Aspergillus sp.), Trichoderma sp, dan virus. Hama serangga utama yang menyerang jamur tiram adalah Lycoriella spp (Diptera : Sciaridae), selain itu serangga yang umum ditemukan pada jamur tiram adalah kumbang (Coleoptera) dan ngengat (Lepidoptera). Keberadaan hama-hama tersebut dapat menyebabkan kerusakan yang serius karena mengkontaminasi boglog (medium pertumbuhan jamur) dan memakan bagian miselium dan buah jamur tiram. Hama tersebut biasanya tertarik karena jamur tiram diduga menghasilkan senyawa volatile pada masa vegetative yang dapat menjadi atraktan. Pola dan besarnya kerusakan pada jamur tiram dapat dipengaruhi oleh factor abiotik seperti musim dan suhu. Kenaikan suhu dilaporkan dapat memperpendek masa perkembangan dan mempercepat masa perkembangan fase instar larva pada hama serangga (Batubara, 2019 ; Setyaningrum et al.,2021).

Dalam budidaya jamur, pengelolaan hama menjadi faktor kritis yang memerlukan pendekatan yang holistik dan berkelanjutan. Oleh karena itu, penerapan Integrated Pest Management (IPM) menjadi suatu kebutuhan esensial. IPM menggabungkan berbagai metode pengendalian hama tanaman, termasuk penggunaan musuh alami, pemantauan intensif, perubahan budaya, dan penggunaan pestisida dengan bijak. Penerapan IPM bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada pestisida kimia, meningkatkan efisiensi pengendalian hama, dan menjaga keseimbangan ekosistem di dalam kumbung jamur. Selain memberikan perlindungan efektif terhadap serangan hama, IPM juga mendukung keberlanjutan dan keberhasilan jangka panjang dalam budidaya jamur (Phillip et al.,2002).Top of Form

Gambar 3 Ruang pemeliharaan jamur tiram

Beberapa IPM yang dapat dilakukan diantaranya adalah (Phillip et al.,2002 ; Setyaningrum et al.,2021) :

1. Exclusion : Dalam konteks pertanian atau budidaya jamur, "exclusion" merujuk pada strategi pengendalian hama yang berfokus pada mencegah masuknya organisme hama ke dalam ruangan baru dan mencegah keluar dari ruangan yang sudah ada. Pendekatan ini berusaha untuk mengendalikan pergerakan hama agar tidak dapat menyerang tanaman yang lebih muda atau belum terinfeksi. Pada budidaya jamur, di mana lingkungan pertumbuhan diatur secara terkontrol, exclusion memberikan keunggulan karena memungkinkan kontrol yang lebih baik terhadap pergerakan hama ke dalam dan keluar ruangan tumbuh. Exclusion meliputi penjagaan keutuhan bangunan (menjaga agar tidak ada kerusakan pada struktur bangunan), penggunaan filter pada sumber keluar masuknya udara, dan melakukan pembatasan pergerakan manusia serta peralatan. Selain itu, pemilihan material bangunan disarankan menggunakan bahan inorganic seperti alumunium dan plastik.

2. Cultural control : Adalah Tindakan yang dilakukan untuk mencegaj serangan hama dengan menjaga kebersihan dan sanitasi fasilitas budidaya jamur. Hal tersebut dapat dilakukan dengan melakukan pasterisasi dan pengontrolan suhu serta kelembaban ruangan. Pasterisasi pada kompos dilakukan untuk menghilangkan nematoda dan berbagai jenis kapang. Pasterisasi juga bisa dilakukan setelah panen untuk menjaga populasi hama tetap rendah. Pengontrolan suhu dan kelembaban penting Kontrol suhu selama tahap run jamur memiliki peran krusial dalam budidaya jamur. Suhu dan kelembaban optimal sangat penting, karena jika suhu kompos terlalu rendah, pertumbuhan miselium jamur akan melambat, meskipun pertumbuhan organisme patogen juga ikut melambat. Di sisi lain, suhu yang terlalu tinggi dapat merusak atau bahkan membunuh miselium jamur. Sisa-sisa miselium jamur yang mati dapat menjadi sumber gula sederhana, memberikan makanan bagi organisme penganggu. Selain itu sanitasi dapat dijaga dengan membersihkan dinding dan lantai dengan disinfektan, baik di dalam maupun luar ruangan.

3. Biological Control : Pengendalian hama dengan kontrol biologi pada budidaya jamur melibatkan pemanfaatan organisme hidup atau produk yang dihasilkan oleh organisme hidup untuk mengurangi atau mengendalikan populasi hama. Metode ini bersifat ramah lingkungan dan lebih berkelanjutan daripada penggunaan pestisida kimia. Pengendalian menggunakan agen biologi dapat dilakukan menggunakan mikroorganisme penghancur hama seperti Beauveria bassiana dan Bacillus thuringiensis, parasitoid dan predator alami seperti wasp dan beberapa dari kelompok arachnida seperti laba-laba, nematoda pengancur hama.

Pengendalian hama tidak hanya melibatkan organisme hidup tetapi juga mencakup penggunaan senyawa kimia yang berasal dari proses biologis. Pheromone, senyawa volatil yang dipancarkan oleh serangga untuk berkomunikasi, memainkan peran penting. Senyawa ini dapat digunakan baik untuk menarik sejumlah besar hama sebagai perangkap massal maupun untuk mengganggu sinyal komunikasi. Meskipun senyawa sintetis untuk pheromone  telah diidentifikasi untuk hama seperti phorids dan sciarids, uji coba komersial masih menghadapi tantangan. Kairomone, senyawa yang dipancarkan oleh sumber makanan hama, bertindak sebagai daya tarik, tetapi keefektifannya masih diamati. Selain itu, senyawa dengan sifat pengusir atau anti-pakan, seperti kalsium oksalat yang dihasilkan oleh miselium jamur, berkontribusi pada mekanisme pertahanan diri terhadap hama, meskipun efikasi tunggal mereka terbatas dan memerlukan integrasi dalam program pengendalian yang lebih komprehensif.

 

4. Chemical Control : Penggunaan pestisida kimia dengan bijak tetap menjadi bagian integral dari program IPM. Penggunaannya menjadi satu aspek dari pendekatan yang luas (terpadu) terhadap pengelolaan hama, meskipun seringkali bisa diminimalkan atau bahkan dihindari sama sekali. Penggunaan pestisida kimia secara rutin cenderung mengarah pada resistensi hama terhadapnya, sehingga dalam program IPM, pestisida digunakan sebagai tindakan terakhir sesuai dengan pemantauan. Penyemprotan pestisida pada budidaya jamur tiram dapat dilakukan di luar ruangan sebagai upaya preventif. Salah satu pestisida yang sering digunakan untuk mengatasi hama serangga berasal dari golongan piretroid. 

Secara keseluruhan, budidaya jamur tiram menunjukkan potensi yang besar di Indonesia dengan keuntungan yang meliputi fleksibilitas lokasi, iklim tropis yang mendukung, dan popularitas jamur dalam konsumsi masyarakat. Meskipun demikian, tantangan dalam bentuk hama dan penyakit perlu diatasi secara efektif agar keberhasilan budidaya dapat dipertahankan. Penerapan Integrated Pest Management (IPM) menjadi solusi integral dengan menggabungkan berbagai strategi, mulai dari eksklusi dan kontrol budaya hingga pengendalian biologis dan penggunaan pestisida yang bijak. Dengan pendekatan holistik ini, diharapkan budidaya jamur tiram dapat terus berkembang, memberikan kontribusi positif terhadap sektor pertanian Indonesia secara berkelanjutan.

 

REFERENSI

Batubara, S. R. (2019). Sistem Pakar Mendiagnosa Hama Dan Penyakit Pada Tanaman Jamur Tiram Dengan Metode Teorema Bayes. Pelita Informatika: Informasi dan Informatika7(4), 496-500.

Kementan RI, 2010. Standar Operasional Prosedur Budidaya Jamur Tiram. Jakarta : Kementan RI.

Philip, S.C., et al.(2002). Mushroom Integrated Pest Management : Pennsylvania : The Pennsylvania State University.

Setyaningrum, A., et al. 2021. Keanekaragaman dan Pengendalian Serangga Hama Paa Budidaya Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus). Prosiding Seminar Nasional Perhimpunan Entomologi Indonesia. 

 

KONSULTASI DENGAN AHLI HAMA