Pentingnya Mengelola Sampah dalam Kacamata Pengendalian Hama Terpadu

Pentingnya Mengelola Sampah dalam Kacamata Pengendalian Hama Terpadu
20
Senin, 20 Januari 2025

Hama tetap datang walaupun sudah diberikan obat? Lalat dan nyamuk tetap datang walaupun sudah dilakukan fogging? Kecoa dan tikus tetap berkeliaran padahal sudah menggunakan umpan dan perangkap? Apakah resistensi tetap terjadi walaupun sudah dilakukan rotasi insektisida?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut seringkali muncul ketika kita sudah menggunakan produk anti hama bahkan menggunakan jasa pengendali hama namun hama tetap kembali. Fenomena resistensi mungkin saja terjadi, namun apabila sudah dilakukan rotasi insektisida hingga penggantian metode tetap tidak menyelesaikan masalah, kemungkinan hal ini lah yang luput dilakukan padahal merupakan bagian dari pengendalian hama terpadu. Yak, betul menjaga kebersihan, khususnya pengelolaan sampah yang baik.

 

Sampah Organik = Harta Karun

Photo by Plato Terentev on Pexels

Sampah yang mungkin tidak berguna bagi kita, merupakan ‘harta karun’ bagi hampir semua hama urban seperti kecoa, lalat, tikus, dsb. Sampah yang kita buang, khususnya dalam kelompok sampah organik, merupakan sumber makanan bagi hama-hama tersebut.

Indonesia menjadi negara yang memproduksi sampah sisa makanan terbesar di ASEAN dengan kontribusi setiap tahunnya mencapai sekitar 20,98 juta Ton. Jumlah yang sangat besar ini didukung dengan gaya hidup masyarakat dan jumlah penduduk yang juga besar. Pengelolaan sampah yang buruk, salah satunya dapat berujung pada masalah kesehatan, yang biasanya disebabkan oleh keberadaan hama.

Hampir semua makanan sisa yang kita buang begitu saja, akan mengundang hama seperti kecoa dan tikus. Keduanya merupakan pemakan segalanya yang oportunistik, artinya, mereka akan memakan makanan apapun yang tersedia di dekat tempat tinggal mereka. Apabila kebutuhan nutrisi spesifiknya sudah terpenuhi barulah mereka akan mencari makanan lain yang dibutuhkan untuk memenuhi nutrisi yang belum cukup.

Hal ini sesuai dengan perilaku hewan-hewan tersebut di alam yang sebagian besar merupakan detritivor. Dalam konteks fungsi ekologis, tugas mereka sebagai pengurai bahan organik sangat berguna untuk pada akhirnya bisa diserap tumbuhan sebagai nutrient.

Namun, apabila fungsi ini terjadi di lingkungan urban dapat menjadi masalah, karena selain manusia tidak menyukai keberadaan mereka, kebanyakan dari mereka juga membawa penyakit yang dapat berdampak kepada kesehatan.

Selain kecoa dan tikus, lalat juga menjadi hama yang paling banyak ditemukan di sekitar sampah dan tempat pembuangan. Kecoa dan tikus “hanya” menggunakan sampah sebagai makanan, dan akan kembali ke sarang apabila kebutuhannya sudah terpenuhi, sedangkan lalat, selain menjadi sumber makanan, mereka akan meletakkan telur-telur mereka di tempat sampah, sisa makanan atau bahan organik lainnya, untuk kemudian menjadi sumber makanan bagi larva mereka. Telur yang menetas akan menjadi larva dan pada akhirnya juga akan menjadi lalat lalat baru sehingga populasi lalat di area tersebut bisa meningkat secara signifikan

Lalat dapat tetap datang dari tempat yang mungkin berada di luar area rumah kita karena bisa terbang dengan jarak yang cukup jauh. Sehingga pentingnya koordinasi dengan lingkungan setempat untuk membersihkan sampah secara rutin untuk mencegah kedatangan mereka di area rumah kita.

Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Dengan memahami perilaku hama-hama tersebut kita dapat mengetahui apa langkah yang dapat kita lakukan untuk mendukung keberlanjutan dalam usaha pengendalian hama terpadu.

Hal pertama yang bisa dilakukan adalah dengan memisahkan pengelolaan sampah organik dengan lainnya. Pengelolaan ini dilakukan agar sampah organik bisa diolah secara spesifik misalnya digunakan untuk membuat pupuk, karena sampah yang sudah tercampur akan sulit dilakukan pengelolaan secara langsung karena memiliki karakteristik yang berbeda.

Penggunaan tempat sampah yang tertutup juga dapat membantu mengurangi kemungkinan serangga atau hewan lainnya masuk dan menginfestasi tempat sampah. Pemasangan penghalang fisik setidaknya akan menyulitkan hewan-hewan itu untuk mengakses sampah tersebut.

Namun, dari semua solusi yang ada, yang paling penting adalah bagaimana sampah-sampah tersebut diolah secara rutin. Pengelolaan sanitasi yang juga merupakan bagian dari usaha pengendalian hama terpadu menjadi peran yang penting karena dengan menghilangkan sumber makanan bagi hama, kemungkinan mereka datang juga akan berkurang.

Mengapa perlu dilakukan secara rutin? Karena hama hama yang ada di lingkungan urban sangat mudah beradaptasi dan juga memiliki kemampuan untuk berpindah tempat dengan cukup singkat. Mereka akan kembali lagi saat sisa-sisa makanan kembali tersedia untuk menjadi sumber makanan bagi mereka.

Sehingga, selain treatment fisik, kimia hingga biologis yang dilakukan oleh pengendali hama, kita juga perlu secara mandiri mengelola sampah dan sanitasi yang berada di sekitar kita agar strategi pengendalian hama terpadu berjalan secara efektif.

REFERENSI:

Haryanti, Naztia (2023) Indonesia is the largest contributor of food waste in ASEAN. Retrieved from: https://infid.org/en/indonesia-penyumbang-sampah-makanan-terbanyak-se-asean/.

KONSULTASI DENGAN AHLI HAMA