Tungau Ham (Tyrophagus putrescentiae): Pengganggu Produksi Ham Kering

Tungau Ham (Tyrophagus putrescentiae): Pengganggu Produksi Ham Kering
23
Selasa, 23 Juli 2024

Ham adalah makanan olahan dari kaki belakang babi yang ditambahkan garam dan bahan lainnya, lalu dilakukan pengasapan atau pengeringan. Beberapa ham yang paling populer adalah ham Iberian dan Serrano dari Spanyol, ham Corsican dari Perancis, ham country dari Amerika Serikat, ham Westphalia dari Jerman, dan ham Jing Hua dari China.

Pada produk ham sering ditemukan hama pengganggu, seperti artropoda, serangga, hingga tungau selama proses pematangannya. Tyrophagus putrescentiae (Schrank, 1781) (Sarcoptiformes: Acaridae) atau sering disebut sebagai tungau ham adalah spesies yang tercatat menginfestasi produksi ham kering.

Tungau ham cenderung sulit dikendalikan karena ukurannya yang sangat kecil sehingga tidak mudah untuk dideteksi pada tahap awal infestasi. Selain itu, tingkat reproduksi yang tinggi, siklus hidup yang pendek, perilaku kriptik, dan kemampuan beradaptasi yang kuat terhadap berbagai kondisi ekologi dan struktural menjadi hal-hal yang memperburuk keadaan.

Artikel ini akan membahas mengenai tungau ham (Tyrophagus putrescentiae), lengkap dengan penjelasan mengenai gangguan dan cara mengendalikannya. Yuk simak uraian di bawah ini.

Mengenal Lebih Dekat dengan Tungau Ham

 

Tahapan kehidupan tungau ham dimulai dari telur (berbentuk lonjong atau pipih), lalu tahap larva berkaki 6 diikuti dengan tahap nimfa berkaki 8, dan terakhir adalah tahap dewasa. Siklus hidup dari telur hingga dewasa tersebut menghabiskan waktu selama sembilan hari pada suhu 25ºC dan 90 ± 5% RH.

Tungau betina mulai bertelur dalam 24 jam pertama setelah kawin dan mampu bertelur hingga 500 butir telur sepanjang hidupnya. Rata-rata, tungau dewasa dapat hidup selama 115 hari pada suhu 9,3ºC dan 43 hari pada suhu 31ºC.

Tungau ham betina dan jantan masing-masing memiliki panjang 320-420 µm dan 280-350 µm. Tungau ini tidak berwarna, tembus cahaya, permukaan tubuhnya halus.

Perbedaan morfologi antar tungau tidak mudah dilihat oleh pengamatan secara langsung karena ukurannya yang kecil, namun dapat divisualisasikan dengan jelas di bawah mikroskop cahaya majemuk.

Tungau ham tidak memiliki antena, mereka menggunakan kemoreseptor untuk menjelajahi lingkungannya saat mencari makan. Protein TputCSP1 diketahui dapat memediasi tungau ham untuk mengenali inangnya.

Informasi tentang sistem kemosensorinya dapat membantu penelitian di masa depan mengenai atraktan atau penolak sebagai alat yang berkontribusi dalam pengelolaan tungau ham.

Infestasi Tungau Ham pada Produksi Ham Kering

Tungau ham juga dikenal sebagai tungau jamur atau tungau keju yang hidup pada produk makanan simpanan (di industri atau rumah) dengan kandungan lemak dan protein tinggi. Produk-produk tersebut meliputi ham kering, buah-buahan kering, rempah-rempah, kacang-kacangan, keju, makanan hewan, dan produk makanan berbahan dasar sereal.

Kebanyakan serangan tungau terjadi pada permukaan produk makanan. Namun, teramati juga bahwa tungau dapat masuk ke dalam produk dan menyebabkan kerugian ekonomi yang lebih parah.

Risiko serangan tungau meningkat ketika ham berumur lebih dari lima bulan. Ketika populasi tungau sangat besar, permukaan yang terinfestasi terkadang tampak seperti bergerak dan mereka akan menghasilkan “mite dust” yang muncul di sekitar produk makanan yang terinfestasi. Mite dust dilaporkan terdiri dari biomassa tungau hidup dan mati serta kutikulanya, sisa partikel makanan kering, dan kotoran tungau.

Tungau juga dapat menghasilkan bahan kimia mudah menguap yang memberikan aroma manis, mint, atau berbagai bau busuk. Kemungkinan inilah alasan Schrank memilih julukan spesifik “putrescentiae”, berdasarkan kualitas bau yang seringkali dikaitkan dengan makanan yang dipenuhi tungau.

Bau busuk yang dihasilkan tungau ham mampu membuat banyak orang memilih untuk tidak mengonsumsinya lagi.

Sebuah literatur menyebutkan bahwa tungau ham merupakan penghasil alergen. Baik tungau maupun kotorannya yang berupa butiran feses dengan ukuran yang sangat kecil menyebabkan alergi pada manusia.

Butiran feses tungau yang bergabung dengan partikel debu akan menyebabkan alergi. Alergen ini dapat mempengaruhi kulit manusia dan mengiritasi saluran pernapasan. Selain itu, tungau ham juga dikenal sebagai vektor jamur penghasil mikotoksin.

Oleh karena itu, kontaminasi tungau pada makanan dapat menimbulkan risiko kesehatan bagi konsumen.

Cara Mengendalikan Tungau Ham

Metode yang paling dikenal dalam pengendalian hama tungau adalah fumigasi menggunakan metil bromida. Bahan aktif ini dapat membunuh tungau, serangga, nematoda, dan mikroflora dengan cepat tanpa mengkontaminasi produk dan tidak mudah terbakar serta tidak korosif.

Mekanisme kerja metil bromida adalah merusak membran sel saraf pada hama. Namun, penggunaannya dibatasi karena berdampak buruk terhadap lingkungan, yaitu mereka berkontribusi pada penipisan lapisan ozon.

Sebelum tahun 2007, hanya sedikit penelitian yang dilaporkan mengenai penggunaan alternatif metil bromida. Sejak saat itu, penelitian telah dilakukan mengenai efektifitas bahan lain, seperti penggunaan sulfuril fluorida, fosfin, karbon dioksida, dan ozon untuk mengendalikan tungau dalam kondisi laboratorium.

Dalam kondisi laboratorium, fumigasi sulfuril fluorida efektif dalam mengendalikan semua tahap kehidupan tungau ketika diterapkan selama 48 jam pada suhu 40°C.

Fumigasi fosfin efektif menghasilkan 100% kematian pada semua tahap kehidupan tungau ham dengan paparan sebanyak 1000 ppm selama 48 jam.

Penggunaan ozon dengan konsentrasi yang lebih besar dari 175 ppm selama 48 jam mampu mencapai 100% kematian seluruh tungau dewasa hanya di permukaan ham kering saja. Selain itu, pengaplikasian karbon dioksida 60% dengan paparan selama 144 jam juga efektif mengendalikan tungau.

Banyak pestisida sintetis dan akarisida organofosfat direkomendasikan untuk mencegah infestasi tungau ham. Pengendaliannya diaplikasikan pada permukaan yang tidak bersentuhan dengan makanan, misalnya rak kayu penyimpanan ham, lantai, dinding, jendela, dan sekitar peralatan di ruang penyimpanan.

Agen pengendalian tungau yang mengandung senyawa bioaktif yang berasal dari tumbuhan juga dapat menjadi alternatif yang potensial, seperti minyak atsiri pinus, azadirachtin, jintan, fenugreek, ekstrak lupin, bubuk kayu putih dan menthe, pala, oregano, minyak thyme merah dan putih, cinnamyl alcohol , lada hitam, menthone, dan pulegone.

Beberapa metode sederhana yang dapat dilakukan di rumah untuk mencegah dan mengendalikan tungau ham, yaitu meminimalkan pertumbuhan jamur, menutup dengan melapisi retakan dan lubang pada ham, dan mengendalikan kelembapan relatif di rumah.

Melapisi ham dengan suatu bahan, seperti minyak sayur, polisakarida, propilen glikol, atau dapat juga meggunakan lemak babi panas adalah praktik umum yang telah dilakukan untuk mengendalikan serangan tungau pada ham kering. Selain itu, minyak juga dapat dimanfaatkan sebagai penolak tungau (seperti citral, kresol, eugenol, dan geraniol).

Demikian informasi terkait Tungau Ham. Semoga bermanfaat, ya!

Untuk informasi lebih lanjut silahkan menghubungi kami melalui +62 821-1825-0931.

Author: Dherika

REFERENSI

Fayaz, B.A., Khanjani, M., & Hassan, R. (2016). Tyrophagus putrescentiae (Schrank) (Acari: Acaridae) from Western Iran with a key to Iranian species of the genus. Acarina, 24(1): 61-76. Doi: 10.21684/0132-8077.2016.24.1.61.76

He, P., Wu, Y., Jingjing, W., Yi, R., Waqas, A., Rui, L., Qin, O., hui, J., & Quansheng, C. (2020). Detection of mites Tyrophagus putrescentiae and Cheyletus eruditus in flour using hyperspectral imaging system coupled with chemometrics. Journal of Food Process Engineering: 1-13. https://doi. org/10.1111/jfpe.13386.

Zhang, X., Hendrix, J.D., Yan, L.C., Thomas, W.P., Jerome, G., Wen, H.C., Taejo, K., Tung, L.W., & M. Wes, S. (2018). Biology and integrated pest management of Tyrophagus putrescentiae (Schrank) infesting dry cured hams. Journal of Stored Products Research, 79: 16-28. https://doi.org/10.1016/j.jspr.2018.08.001.

Zhao, Y., Abbar, S., Amoah, B., Philips, T.W., & Schilling, M.W. (2016). Controlling pests in dry-cured ham: A review. Meat Science, 111: 183-191. http://dx.doi.org/10.1016/j.meatsci.2015.09.009.

KONSULTASI DENGAN AHLI HAMA