Tahukah kamu, tanaman melon atau Cucumis melo L merupakan komoditas holtikultura yang bernilai tinggi.
Tanaman melon banyak diminati karena dapat tumbuh dengan baik didaerah tropis maupun subtropis dan dapat ditanam sepanjang tahun (Balitbu, 2011).
Melon merupakan tanaman introduksi yang berasal dari Afrika, namun banyak dibudidayakan di Indonesia (Hidzroh dan Daryono, 2021).
Buah melon mempunyai banyak kandungan vitamin dan mineral yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh terutama untuk kesehatan jantung dan sistem imun tubuh.
Produksi melon di Indonesia berfluktuasi, hal tersebut dapat dilihat dari sebaran data tiga tahun terakhir yaitu 2019 sebesar 122.105 ton, tahun 2020 sebesar 138.175 ton, dan tahun 2021 sebesar 129.147 ton.
Salah satu kendala menurunnya produksi yaitu adanya masalah kerusakan tanaman akibat serangan hama (Untung, 1993). Salah satu hama yang sering dijumpai pada tanaman melon adalah kutu daun atau Aphis Gossypii (A Gossypii).
Gossypii mempunyai kauda pucat agak kehitaman dan dua-tiga pasang rambut setae. A. gossypii mempunyai tuberkel kepala berjauhan, kepala depan relatif rata dan tidak terjadi penonjolan di dasar antena.
Warna kornikel A. gossypii gelap, relatif pendek dan hitam (Dreistadt, 2007). Menurut Thomas (2003) A. gossypii mempunyai antena lebih pendek dari panjang tubuhnya. Warna tubuhnya bervariasi mulai dari hijau, hijau kebiruan sampai abu-abu kebiru-biruan.
Imago A. gossypii bersayap mempunyai kornikel hitam dari dasar sampai ujung, tuberkel kecil diantara antena dan tidak mempunyai tonjolan tambahan pada sisi dorsal abdomen.
Keanekaragaman fenotip A. gossypii dipengaruhi oleh tumbuhan inang. A. gossypii mempunyai keragaman ukuran dan warna berkaitan erat dengan tumbuhan inang dan geografi.
A. gossypii yang hidup pada suhu rendah warna tubuhnya hijau atau hijau kehitaman, sedangkan A. gossypii yang hidup pada suhu tinggi warna tubuhnya kuning.
Telur yang baru diletakkan berwarna kuning, tetapi segera menjadi hitam mengkilat. Telur yang diletakkan rata-rata berjumlah 5 butir setiap hari selama 16-18 hari (Simanjuntak, 2000).
Warna nimfa bervariasi dari cokelat hingga abu-abu atau hijau, dan sering kali ditandai dengan kepala, dada, dan bantalan sayap berwarna gelap, dan bagian distal perut berwarna hijau tua. Badannya berwarna kusam karena ditaburi sekret lilin. Periode nimfa rata-rata sekitar tujuh hari.
Betina partenogenetik tak bersayap (apterous) memiliki panjang 1-2 mm. Warna tubuhnya cukup bervariasi: yang paling umum adalah hijau muda berbintik-bintik dengan hijau tua, tetapi juga terdapat bentuk keputihan, kuning, hijau pucat, dan hijau tua.
Kakinya pucat dengan ujung tibiae dan tarsi berwarna hitam. Corniclesnya juga berwarna hitam. Betina partenogenetik bersayap (alate) memiliki panjang 1,1-1,7 mm. Kepala dan dada berwarna hitam, dan perut berwarna hijau kekuningan kecuali ujung perut yang berwarna lebih gelap. Urat sayap berwarna coklat.
Betina yang bertelur (ovipar) berwarna hijau keunguan tua; begitu juga dengan jantan. Lamanya masa reproduksi pada imago sekitar 15 hari, dan masa pasca reproduksi 5 hari.
Waktu-waktu ini bisa sangat bervariasi, sebagian besar disebabkan oleh fungsi suhu. Suhu optimal untuk reproduksi dilaporkan sekitar 21-27℃. Betina vivipar (melahirkan anak hidup) menghasilkan total sekitar 70-80 keturunan dengan kecepatan 4,3 per hari.
Kutu daun melon memakan bagian bawah daun, atau ujung tanaman merambat yang sedang tumbuh, menghisap nutrisi dari tanaman.
Dedaunan bisa menjadi klorosis dan mati sebelum waktunya. Proses makan yang dilakukan hama ini juga menyebabkan banyak pengeritingan daun, sehingga menghambat kapasitas fotosintesis tanaman.
Selain itu, hewan ini mengeluarkan banyak madu yang menjadi substrat bagi pertumbuhan jamur jelaga, sehingga kualitas buah mungkin terganggu dan kapasitas fotosintesis dedaunan semakin terhambat.
Kutu daun melon efektif menularkan potyvirus, meskipun hanya satu dari puluhan spesies yang terlibat dalam penyebaran virus tanaman pada mentimun.
Virus mosaik mentimun, virus mosaik semangka 2, dan virus mosaik kuning zucchini dapat ditularkan meskipun telah suatu tanaman diberikan insektisida dan semprotan minyak, hal ini dikarenakan virus dapat menular dalam waktu 15 detik.
Kutu daun mudah dicabut dari tanaman jika disemprot air, sehingga akan terjadi reduksi jumlah kutu daun dan kerusakan tanaman.
Meskipun mungkin tidak praktis di sebagian besar lingkungan penanaman sayuran karena potensi kerusakan tanaman, tanaman melon dalam penanaman skala kecil dapat memperoleh manfaat dari penyemprotan air ini.
Tanaman yang terinfestasi harus dimusnahkan segera setelah panen untuk mencegah penyebaran hama yang berlebihan.
Jika penanaman terus menerus menyebabkan retensi populasi kutu daun, maka diperlukan periode bebas panen. Tanaman sela juga dapat digunakan untuk menghambat perkembangan populasi kutu daun.
Banyak musuh alami yang diketahui efektif melawan kutu daun melon seperti: kumbang kepik (Coleoptera: Coccinellidae), lalat bunga (Diptera: Syrpidae), dan tawon braconid (Hymenoptera: Braconidae).
Semut umumnya ditemukan berasosiasi dengan kutu daun melon, namun mereka ada di sana untuk mengumpulkan embun madu. Tawon Lysiphlebus testaceipes (Cress) (Hymenoptera: Braconidae) sangat efektif, terkadang menyebabkan parasitisme hingga 99%.
Jamur juga kadang-kadang diamati dapat mengurangi populasi kutu daun melon. Pengendalian dengan agen hayati dapat dilakukan menggunakan bahan aktif jamur Beauveria bassiana. Penyemprotan dilakukan sore hari dengan dosis 2,5 gram per liter atau 30 gr per tangki isi 14 liter air. Saat dicampur dengan air ditambahkan gula 2 sendok atau Molase.
Menurut Adachi et al. (2008) aplikasi imidacloprid dapat menurunkan populasi A. gossypii mencapai nol di pertanaman mentimun Jepang.
Informasi Martin dan Workman (1997) bahwa aplikasi pestisida endosulfan dapat menyebabkan mortalitas A. gossypii mencapai 100% dipertanaman krisan Auckland New Zealand.
Adapun menurut Jones (1999) yang menginformasikan bahwa aplikasi insektisida pymetrozine dan thiamethoxam dapat menurunkan populasi A. gossypii secara nyata dipertanaman kapas Louisiana USA.
Adachi A, Komura T, Andoh K, Okano T. 2008. Effects of spherosomes on control of Aphis gossypii in cucumber using imidacloprid. J. Health Science 55 (1): 143-146.
Dreistadt S H. 2007. Aphids. Integrated Pest Management for Floriculture and Nurseries. University of California Division of Agriculture and Natural Resources Publication 3402
Jones RH. 1999. Effect of catton aphid, Aphis gossypii (Glover) on cotton plant development and yield component. Thesis Master of Science in The. Department of Entomology B.S. Louisiana Tech University.
Martin NA, Workman PJ. 1997. Melon aphid (Aphis gossypii) resistance to pesticides. Proc. 50th N.Z. Plant Protection Conf.:405-408.
Simanjuntak H. 2000. Musuh alami dan hama pada kapas. Proyek Pengendalian Hama Terpadu Perkebunan Rakyat. Direktorat Proteksi Tanaman Perkebunan, Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta.
Thomas C. 2003. Bug vs ug: biological control and identification of aphids. Vegetable and Small Fruit Gazette 76.
Demikian ulasan mengenai Aphis Gossypii.
Jika mencari lembaga pelatihan pengendalian hama, Ahli Hama adalah lembaga independen yang dapat dipilih.
Di sini menyediakan berbagai jenis layanan training mencakup:
1. Basic Pest Management Training (BPT)
2. Advanced Pest Management Training (APT)
3. Pest Control Mentoring (PCM)
Selain itu, adapun layanan konsultan manajemen hama dan sertifikasi bebas hama yang dapat dipilih.
Untuk informasi lebih lanjut silahkan menghubungi kami melalui +62 821-1625-0931.
Semoga ulasan di atas dapat bermanfaat ya.