CAKUPAN MAKANAN LARVA M. scalaris
Ada banyak contoh dokumentasi M. scalaris memakan vegetasi yang membusuk, termasuk tanaman yang membusuk seperti tunas nanas yang terkena penyakit. Selain itu, M. scalaris juga telah diamati memakan kotoran, seperti kotoran kelinci manusia, dan ditemukan juga menginfestasi tempat pembuangan. Bakteri berfungsi sebagai sumber makanan bagi M. scalaris, termasuk kultur bakteri yang dipelihara di laboratorium dan medium agar molase tepung jagung. Eksperimen laboratorium historis dari tahun 1915 menunjukkan bahwa M. scalaris memiliki kemampuan untuk mentransmisikan bakteri, termasuk Vibrio cholerae melalui cara mekanis. Lalat mentransfer bakteri dari kotoran ke makanan dan bakteri tetap dapat hidup melalui tahap larva, pupa, dan dewasa dari lalat tersebut. M. scalaris is known to feed on carrion of various invertebrates, particularly dead insects. This includes mollusks such as slugs and snails, acarines like ticks, and crustaceans such as terrestrial hermit crabs. It has been documented as a nuisance in laboratory cultures of various insects including cockroaches and certain families of flies. Additionally, M. scalaris feeds on a range of other invertebrates including Hemiptera, Coleoptera, Orthoptera, Isoptera, and social insects such as ants and honey bees.
M. scalaris dikenal dapat memakan bangkai berbagai invertebrata, seperti serangga, moluska, dan krustasea. Lalat ini telah didokumentasikan sebagai hama pengganggu dalam proses rearing laboratorium berbagai serangga seperti kecoa Amerika, kecoa Jerman, dan beberapa famili lalat. Selain itu, M. scalaris memakan sejumlah invertebrata lain yang tergolong dalam kelompok Hemiptera, Coleoptera, Orthoptera, Isoptera, dan serangga sosial seperti semut dan lebah madu. Larva dari M. scalaris dapat ditemukan di telur vertebrata, termasuk kumpulan telur katak yang membusuk dari famili Centrolenidae dan Hylidae serta telur salamander dari famili Plethodontidae. Laporan dari berbagai wilayah di seluruh dunia, mulai dari Australia hingga Amerika, menemukan bahwa larva M. scalaris memakan telur-telur penyu yang tidak layak menetas yang terkubur pada kedalaman lebih dari 40 cm. Selain itu, M. scalaris juga dapat ditemukan di telur ayam yang busuk. Ia juga mengonsumsi bangkai vertebrata, seperti kadal, ayam, babi, hingga manusia.
M. scalaris ditemukan mengonsumsi makanan manusia seperti susu yang segar hingga yang sudah menggumpal. Sebuah laporan menemukan bahwa lalat ini berkembang biak di dalam kemasan makanan di atas kapal, yang berisi bahan-bahan makanan seperti mie soun, spaghetti, kurma, tepung kedelai, kacang tanah, keju, dan ikan kering. Tidak hanya itu, mereka juga dapat berkembang biak di dalam limbah makanan yang dibuang, seperti tempat sampah dapur atau tong sampah publik. Potensinya sebagai hama pada penyimpanan makanan menekankan perannya sebagai indikator praktik kebersihan yang kurang memadai. Tidak hanya itu, ditemukan bahwa M. scalaris dapat memakan jamur, seperti jamur tiram (Pleurotus spp.) yang dibudidayakan. Larva awalanya akan menargetkan miselium dari jamur itu sebelum berkembang memakan bagian sporofora dari jamur. M. scalaris juga memakan tumbuhan hidup. Di Texas, larva lalat ini menyebabkan kerugian ekonomi cukup parah dari sektor perkebunan jagung melalui proses peletakkan telurnya. Bagian biji tumbuhan juga dapat menjadi sumber makanan larva seperti kacang tanah (Arachis hypogaea), biji Koompassia malaccensis (Leguminosae/Fabaceae), dan Nephelium lappaceum (Sapindaceae). Lebih jauh lagi, larva M. scalaris juga memakan buah-buahan seperti pisang dan melon.
MUSUH ALAMI LARVA
Herpetomonas megaseliae is a flagellate parasite belonging to the protozoan group (Eukarya) that inhabits the intestine of M. scalaris larvae. De Batist utilized larvae of the beetle Dermestes hemorrhoidales (Dermestidae) in efforts to manage infestations of insect cultures by M. scalaris larvae. The same author also reported detrimental infestations of M. scalaris cultures by the fungus Nigrospora sp. (anomorphic Trichosphaeriales), which targets and destroys the eggs and pupae of M. scalaris. Additionally, De Batist noted that the mite Tyrophagus putrescentiae (Glyciphagidae) causes harmful infestations in M. scalaris cultures by preying on the pupae of M. scalaris.
Herpetomonas megaseliae adalah parasit flagelata yang termasuk dalam kelompok protozoa (Eukarya) yang menghuni usus larva M. scalaris. De Batist, salah seorang peneliti, menggunakan larva kumbang Dermestes hemorrhoidales (Dermestidae) dalam upaya mengelola infestasi kultur serangga oleh larva M. scalaris. Penulis yang sama juga melaporkan infestasi merugikan dari kultur M. scalaris oleh jamur Nigrospora sp. yang menargetkan dan menghancurkan telur dan pupa M. scalaris. Selain itu, De Batist mencatat bahwa tungau Tyrophagus putrescentiae (Glyciphagidae) menyebabkan infestasi merugikan dalam kultur M. scalaris dengan memangsa tahap pupa M. scalaris.
KEJADIAN DI BEBERAPA KASUS FORENSIK
M. scalaris terlibat dalam tiga tipe kasus forensik yang membutuhkan estimasi durasi perkembangan sejak fase oviposisi yang memulai tahapan infestasi.
Kontaminasi Makanan
Menentukan tanggal oviposisi yang paling awal untuk spesimen paling tua dapat membantu dalam mengidentifikasi sumber kontaminasi terhadap makanan tersebut, apakah berasal dari produsen, pedagang besar, atau pengecer. Salah satu contoh kasusnya adalah penemuan M. scalaris berkembang biak di dalam telur retak yang ditemukan dalam sebuah wadah yang dikirim dari Australia Barat, melewati Cape Town, dan mencapai Stasiun Casey di Antartika.
Temuan di Mayat Manusia
Spesimen yang diperiksa dapat memberikan estimasi interval post mortem (PMI), dengan kasus forensik sering difokuskan pada lalat tiup atau blow flies (Calliphoridae) dan Calyptrata lainnya. Dalam situasi di mana lalat tiup tidak dapat mengakses mayat, lalat yang lebih kecil seperti Phoridae dikenal dapat menyusup melalui celah terkecil sekalipun. Sebagai contoh, M. scalaris merupakan satu-satunya serangga yang ditemukan berkembang biak di dalam tubuh yang ditemukan di apartemen lantai ketujuh yang terkunci rapat di Jepang.
Dalam ketiadaan serangga lain, populasi larva M. scalaris dapat mencapai tingkat yang sangat tinggi. Betina yang sudah mengandung telur tertarik pada umpan daging sapi dalam waktu 24 jam setelah terpapar dan termasuk di antara serangga awal yang mengunjungi mayat di dalam ruangan. Pada bangkai babi yang terbuka, M. scalaris biasanya diamati setelah 5 hingga 12 hari terpapar. Di Mesir, M. scalaris terlihat mendarat di bangkai kelinci yang terbuka hanya selama musim dingin, setelah Calliphoridae dan Sarcophagidae tidak ada lagi di tempat itu.
Kasus Myiasis
Myiasis adalah kondisi ketika larva lalat berkembang biak di dalam tubuh manusia atau hewan. Dalam kasus myiasis, menentukan kapan telur lalat diletakkan (oviposisi) dapat membantu menentukan apakah infestasi terjadi di dalam lingkungan rumah sakit (nosokomial) atau sebelum pasien masuk ke rumah sakit. Jika telur diletakkan di dalam tubuh pasien setelah masuk ke rumah sakit, itu menunjukkan bahwa infestasi terjadi di rumah sakit. Ini dapat terjadi misalnya saat pasien terluka atau memiliki luka terbuka yang menarik lalat untuk bertelur. Namun, jika telur lalat sudah ada di tubuh pasien sebelum masuk ke rumah sakit, itu menunjukkan bahwa infestasi terjadi sebelumnya, mungkin di lingkungan di luar rumah sakit. Ini bisa terjadi misalnya jika seseorang terinfeksi di tempat tinggal mereka sebelum masuk ke rumah sakit. Dalam kasus langka di mana larva ditemukan pada mayat, upaya untuk memperkirakan interval post mortem terhambat oleh kasus miasis premortem.
Potensi terjadinya myiasis dapat sangat berhubungan dengan eksistensi M. scalaris dengan perilakunya yang oportunis. Hal ini menunjukkan pentingnya informasi yang disediakan oleh pihak penegak hukum kepada entomolog, termasuk informasi tentang kapan korban terakhir kali terlihat. Dalam konteks kriminalistik, informasi tentang kapan korban terakhir kali terlihat dapat membantu dalam menyelidiki kasus-kasus di mana terjadi infestasi larva lalat pada mayat. Misalnya, jika seorang korban terakhir kali terlihat hidup di suatu tempat, tetapi ditemukan mati dengan infestasi larva lalat di tempat lain, hal itu bisa menjadi petunjuk bahwa mayat tersebut telah dipindahkan dari lokasi asalnya. Informasi semacam ini dapat membantu dalam penyelidikan kriminal dan menentukan jalur penyelidikan lebih lanjut.
REFERENSI
Austen EE. 1910. Some dipterous insects which cause myiasis in man. Trans. Soc. Trop. Med. Hyg. 3:215–42
Barnes JK. 1990. Life history of Dohrniphora cornuta (Bigot) (Diptera: Phoridae), a filthinhabiting humpbacked fly. J. NY Entomol. Soc. 98:474–83
de Batist P. 2002. Bijdrage tot de studie van Megaselia scalaris (Loew), 1866 (Diptera,Phoridae), een niet zo fraaie aanwinst voor de Belgische fauna. Bull. Inst. R. Sci. Nat. Belg.Biol. 72:143–48
de Batist P. 2003. Kweekexperimenten met Megaselia scalaris (Loew, 1866) (Diptera, Phoridae), een recente ‘intruder’ in de Belgische Fauna. Entomo-Info 14:77–84
Benner DB. 1985. Oocyte development and fecundity in Megaselia scalaris (Phoridae: Diptera). Int. J. Entomol. 27:280–88
Disney RHL. 2005. Duration of development of two species of carrion breeding scuttle flies and forensic implications. Med. Vet. Entomol. 19:229–35
Disney RHL. 2005. Phoridae (Diptera) of Madagascar and nearby islands. Stud. Dipterol.12:139–177