Kumbang Jepang

Kumbang Jepang
29
Rabu, 29 Mei 2024

Kumbang Jepang (Popilia japonica) – disebut juga sebagai The Japanese Beetle dalam bahasa Inggris – merupakan salah satu spesies kumbang yang termasuk dalam famili Scarabidae. Di Amerika Utara dan Eropa, kumbang ini menjadi hama bagi sekitar 300 spesies tanaman pertanian atau perkebunan. Mari kita berkenalan lebih lanjut dengan hama yang satu ini!

Morfologi

Kumbang Jepang dewasa umumnya berukuran panjang sekitar 15 mm dan lebar sekitar 10 mm. Elytra nya memiliki warna hijau tembaga yang dapat berubah-ubah menjadi warna lain, sementara itu bagian thorax dan kepalanya berwarna hijau. Sederet bintik-bintik rambut berwarna putih menonjol dari bawah penutup sayap di setiap sisi tubuhnya.

Umumnya, ukuran pejantan sedikit lebih kecil daripada kumbang betina. Larvanya berwarna putih dan biasanya berbaring dalam posisi melengkung. Larva instar akhirnya dapat mencapai panjang sekitar 2.5 cm.

Kumbang ini pertama kali tercatat di Amerika Serikat pada tahun 1916 di area nursery dekat dari Riverton, New Jersey. Diduga, kumbang ini terbawa dari pengiriman umbi-umbian yang saat itu menggunakan moda transportasi kapal. Kumbang ini juga dapat ditemukan di Kanada dan beberapa negara Eropa seperti Italia dan Swiss. Pada tahun 2015, sekitar 9 negara bagian Amerika Serikat di wilayah barat dinyatakan sudah bebas dari kumbang Jepang.

Siklus Hidup

Telur biasanya diletakkan secara individu atau dalam kelompok kecil di dekat permukaan tanah. Dalam waktu sekitar dua minggu, telur akan menetas, kemudian larva memakan akar-akar halus dan bahan organik lainnya. Saat larva tumbuh, mereka menjadi larva yang meringkuk berbentuk huruf c. Larva ini akan memakan akar-akar yang lebih kasar. Perilaku inilah yang dapat merusak tanaman pertanian dan perkebunan.

Larva berhibernasi di dalam sel-sel kecil di tanah saat musim dingin mulai datang. Ketika musim semi, suhu tanah naik kembali. Dalam waktu 4–6 minggu setelah berhibernasi, larva akan menjadi kepompong. Sebagian besar hidup kumbang dihabiskan sebagai larva, dengan hanya 30–45 hari dihabiskan sebagai imago. 

Gambar 1. Fase siklus hidup kumbang Jepang. Atas dari kiri ke kanan : telur, larva, pupa.

Bawah dari kiri ke kanan : kumbang Jepang dewasa dan pupa yang sedang molting 

Kumbang dewasa memakan bahan daun di atas tanah, menggunakan feromon untuk menarik kumbang lain dan menyerang tanaman, mengikis daun dari atas tanaman ke bawah. Agregasi kumbang akan bergantian setiap hari antara kawin, makan, dan bertelur. Seekor betina dewasa dapat meletakkan sebanyak 40–60 telur sepanjang hidupnya.

Di sebagian besar wilayah jangkauan kumbang Jepang, siklus hidupnya memakan waktu satu tahun penuh; namun, di bagian paling utara di wilayahnya, serta di zona ketinggian tinggi seperti yang ditemukan di Jepang, perkembangan kumbang ini dapat memakan waktu dua tahun.

Pengendalian

Beberapa cara yang dapat diterapkan untuk alternatif pengendalian kumbang Jepang antara lain :

  1. Pengembangan Model Fenologi : Model ini digunakan untuk memprediksi waktu kemunculan larva atau dewasa kumbang Jepang. Dengan model ini, tindakan pemantauan dan pengendalian bisa dilakukan tepat waktu untuk mengurangi dampak hama.
  2. Penggunaan Trap atau Perangkap : Perangkap ini dirancang khusus dengan dinding bersilang dan wadah di bawahnya yang diberi aroma bunga atau feromon.
  3. Pengendalian Biologis dengan Penyakit Milky Spore: Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Paenibacillus popilliae ini dapat membunuh larva kumbang di tanah. Bakteri ini diaplikasikan dalam bentuk bubuk di area rumput dan membutuhkan waktu dua hingga empat tahun untuk memberikan perlindungan maksimal. Program ini lebih efektif jika diterapkan secara luas jika dibandingkan oleh pemilik lahan individu.
  4. Pengendalian Biologis dengan Bacillus thuringiensis: Bacillus thuringiensis juga dapat digunakan untuk mengendalikan populasi kumbang Jepang dengan cara yang mirip dengan penyakit milky spore.
  5. Penutup Baris Mengapung (Floating Row Covers) dan Semprotan Kaolin: Pada tanaman lapangan seperti labu, penutup baris mengapung dapat digunakan untuk mencegah kumbang, meskipun ini mungkin memerlukan penyerbukan manual. Semprotan kaolin juga dapat digunakan sebagai penghalang dan terbukti seefektif program pestisida standar.
  6. Pengendalian Manual: Jika jumlah kumbang sedikit, mereka dapat dikendalikan secara manual dengan menyemprotkan campuran air sabun atau dengan menggoyang-goyangkan tanaman di pagi hari dan membuang kumbang yang jatuh. Kumbang juga bisa diambil langsung dari tanaman.
  7. Predator dan Parasit Serangga: Beberapa predator dan parasit serangga telah diperkenalkan untuk mengendalikan kumbang Jepang. Misalnya, lalat Istocheta aldrichi dan tawon soliter Tiphia vernalis, yang menyerang larva dan kumbang dewasa. Lalat ini meletakkan telur pada kumbang dewasa, sementara tawon menyengat dan meletakkan telur pada larva kumbang.

Dengan berbagai metode ini, kita mempunyai alternatif selain insektisida kimiawai agar bisa lebih efektif dalam mengendalikan populasi kumbang Jepang dan mengurangi kerusakan yang disebabkan pada tanaman dan rumput.

Demikian informasi tentang kumbang Jepang dan cara pengendaliannya. Semoga bermanfaat, ya!

Apabila sedang mencari perusahaan pengendalian hama berlisensi, Ahli Hama dapat dipilih sebagai lembaga independen terpercaya.

Di sini menyediakan berbagai jenis layanan training mencakup:

  1. Basic Pest Management Training (BPT)
  2. Advanced Pest Management Training (APT)
  3. Pest Control Mentoring (PCM)
  4. In House Training

Untuk informasi lebih lanjut silahkan menghubungi kami melalui +62 821-1825-0931

REFERENSI

Gilioli, G., Sperandio, G., Simonetto, A., Colturato, M., Battisti, A., Mori, N., Ciampitti, M., Cavagna, B., Bianchi, A., & Gervasio, P. (2021). Modelling diapause termination and phenology of the Japanese beetle, Popillia japonica. Journal of Pest Science, 95(2), 869-880. https://doi.org/10.1007/s10340-021-01434-8

Lalancette, N., Belding, R. D., Shearer, P. W., Frecon, J. L., & Tietjen, W. H. (2005). Evaluation of hydrophobic and hydrophilic kaolin particle films for peach crop, arthropod and disease management. Pest Management Science, 61(1), 25-39.

Potter, D., & Held, D. (2002). Biology and management of Japanese beetle. Annual Review of Entomology, 47(1), 175-205. https://doi.org/10.1146/annurev.ento.47.091201.145153

Régnière, J., Rabb, R. L., & Stinner, R. E. (1981). Popillia japonica: Simulation of temperature-dependent development of the immatures, and prediction of adult emergence. Environmental Entomology, 10(3), 290-296.

Shanovich, H. N., Ribeiro, A. V., & Koch, R. L. (2021). Seasonal abundance, defoliation, and parasitism of Japanese beetle (Coleoptera: Scarabaeidae) in two apple cultivars. Journal of Economic Entomology, 114(2), 811-817.

KONSULTASI DENGAN AHLI HAMA