Kumbang permadani (Attagenus unicolor) – atau dapat juga disebut sebagai kumbang perabotan – merupakan salah satu spesies yang dapat ditemukan di banyak bagian dunia, termasuk Indonesia. Kumbang ini sering menjadi hama di lingkungan rumah tangga karena mereka memakan bahan organik kering seperti wol, bulu, kulit, dan produk hewani lainnya.
Oleh karena itu, sangat mungkin kumbang ini menjadi hama pengganggu, terutama di daerah perkotaan di mana mereka dapat menemukan bahan-bahan yang cocok untuk makanannya. Mari kita mengenal lebih lanjut tentang kumbang ini!
Perilaku dan Persebaran
Kumbang permadani ini memiliki nama latin Attagenus unicolor (Brahm). Di Amerika Serikat, kumbang ini termasuk spesies hama yang paling umum dan paling merusak di antara lima spesies kumbang permadani penting.
Kumbang ini umumnya merusak produk rumah tangga yang mengandung keratin. Apa itu keratin? Keratin adalah protein utama yang ditemukan pada rambut dan bulu hewan. Produk tanaman seperti sereal dan biji-bijian, serta kain sintetis yang tidak berasal dari bahan hewani, juga dapat diserang. Spesimen serangga yang telah dikeringkan, seperti yang ditemukan dalam koleksi serangga atau dalam bentuk insektarium, juga dapat menjadi target makanan dari kumbang ini.
Kumbang permadani hitam ini dapat ditemukan di hampir seluruh wilayah dunia, mulai dari Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropa, Afrika, Asia meliputi Asia Timur, Asia Selatan, dan Asia Tenggara, hingga Australia. Kelembaban memainkan peran besar dalam perkembangan kumbang permadani. Daerah dengan kelembaban tinggi sering menyebabkan telur kumbang permadani hitam menjadi berjamur, sedangkan di negara yang memiliki kelembaban lebih rendah biasanya mendukung penetasan telur yang sukses.
Morfologi dan Siklus Hidup
Kumbang permadani hitam termasuk hewan holometabolis, artinya kumbang ini mengalami metamorfosis lengkap, mulai dari tahap telur, larva, pupa, hingga dewasa. Siklus ini membutuhkan waktu dua bulan hingga dua tahun tergantung pada suhu.
Kumbang betina biasanya meletakkan sekitar 50 telur kecil berwarna putih yang menetas dalam waktu enam hingga sepuluh hari. Telur diletakkan di serat, retakan, dan area lain di dekat sumber makanan larva sehingga telur-telur ini jarang terlihat.
Fase larva merupakan fase yang paling merusak. Larva berbentuk cerutu, panjang dan sempit dengan rambut pendek dan kaku pada tubuh berwarna cokelat gelap hingga hitam. Ekor panjang seperti bulu terlihat pada larva yang lebih tua.
Larva kumbang permadani hitam dapat tumbuh hingga setngah inci saat mengalami 5 hingga 11 kali ganti kulit. Kulit larva yang sudah terkelupas sering terlihat pada kain yang terinfestasi dan mudah disalahartikan sebagai larva hidup. Tahap larva mungkin memerlukan waktu tiga bulan hingga hampir dua tahun sebelum masuk ke fase pupa.
Kumbang permadani mengalami tahap pupa dengan kulit larva terakhirnya setelah sebagian besar proses makan dan pertumbuhan larva telah terjadi. Tahap pupa berlangsung selama enam hingga 24 hari.
Saat dewasa, kumbang memiliki warna cokelat gelap atau hitam, berbentuk oval, dan berukuran 1/8 hingga 3/16 inci. Di tahap dewasa ini, kumbang memakan serbuk sari dan nectar di luar rumah, lalu berpindah lagi ke dalam rumah untuk bertelur. Fase peneluran terjadi setelah kumbang dewasa ini berusia 7 hari. Kumbang dewasa dapat hidup selama sembilan bulan hingga tiga tahun tergantung pada ketersediaan makanan dan faktor lingkungan lainnya.
Dampak Merugikan pada Aspek Medis dan Ekonomis
Kumbang permadani dianggap sebagai general feeder atau hewan yang dapat memakan segalanya, tetapi kerusakan ekonomis yang timbul dari kumbang ini muncul pada kain-kain di rumah. Kumbang ini diketahui dapat memakan kain dan menyebabkan munculnya lubang besar tidak beraturan.
Kumbang permadani lebih suka memakan permukaan produk wol atau bagian dasar garmen berbahan bulu, meninggalkan bintik-bintik kosong pada area tempat mereka makan. Pada sebagian besar kain, serat-serat bagian atas biasanya habis dimakan, tetapi benang bagian dasar tetap utuh.
Selain itu, kumbang permadani juga bisa menjadi hama produk makanan yang disimpan seperti sereal, kacang, dan biji-bijian. Kerusakan yang ditimbulka kumbang permadani membuat sebagian besar kain menjadi tidak menarik dan tidak berguna. Selain itu, beberapa orang yang terpapar dengan kumbang ini dapat mengalami reaksi alergi akibat paparan fragmen kumbang, kulit yang terkelupas, ataupun debu.
Manajemen Pengendalian
Kumbang permadani hitam dapat dideteksi dengan inspeksi cermat pada barang-barang rumah tangga yang rentan. Tergantung pada nilai produk yang terinfestasi, beberapa orang mungkin memilih untuk membuang produk tersebut, sementara yang lain mungkin memilih opsi pengendalian untuk menyelamatkan barang tersebut.
Inspeksi yang cermat adalah langkah pertama dalam mengendalikan infestasi kumbang permadan. Semua kain rumah tangga yang rentan, mulai dari karpet hingga spesimen hewan yang dipasang, harus diperiksa dengan cermat untuk mencari larva, kulit yang terkelupas, dan kerusakan yang telah ditimbulkan.
Sumber makanan lain seperti biji-bijian yang disimpan atau sereal juga harus diperiksa. Karena kumbang dewasa memakan serbuk sari dan nektar, semua bunga yang dipotong dari luar ruangan harus diperiksa untuk keberadaan kumbang permadani hitam. Layar jaring harus dipasang di sekitar jendela, dan pintu harus dipasang dengan rapat untuk mencegah kumbang dewasa masuk ke dalam rumah.
Selain itu, kumbang permadani menyukai sarang hewan seperti burung dan tikus, dan bisa menjadi sumber infestasi di musim dingin ketika cuaca dingin pertama memaksa kumbang masuk ke dalam rumah. Menemukan dan menyingkirkan sarang tersebut sebelum musim dingin dapat menjadi salah satu cara untuk mencegah infestasi.
Penyedotan debu dapat digunakan untuk menghilangkan kotoran seperti rambut hewan dan serat yang menjadi sumber makanan bagi kumbang permadani. Jika ditemukan, barang-barang yang terinfestasi harus segera dibuang.
Namun, jika barang tersebut bernilai tinggi, beberapa opsi tersedia. Barang-barang yang berbahan bulu dapat disimpan di suhu dingin sekitar 40°F (sekitar 4°C). Beberapa barang juga dapat dibekukan selama seminggu untuk membunuh semua larva kumbang.
Jika terjadi infestasi yang berat, perawatan dengan insektisida mungkin diperlukan. Sebelum menggunakan insektisida untuk kumbang permadani, penyedotan debu harus dilakukan secara menyeluruh. Retakan dan celah dapat diisi dengan diatomaceous earth atau silica aerogel. Bahan-bahan ini juga dapat diaplikasikan di tepi karpet dekat papan lantai di ruangan yang terinfestasi.
Perawatan spot pada karpet dapat dilakukan dengan semprotan residual. EC atau emulsifiable concentrate adalah formulasi terbaik untuk perawatan karpet dan permadani. Beberapa kasus ekstrem mungkin memerlukan fumigasi oleh profesional pengendalian hama.
Fumigasi menawarkan penghapusan infestasi jangka pendek dan hanya di waktu sekarang, tetapi tidak memberikan perlindungan residual. Oleh karenanya hal ini memungkinkan terjadinya reinfestasi.
Paradichlorobenzene (kapur barus) dan naphthalene dapat digunakan untuk memberikan sedikit perlindungan terhadap kumbang permadani hitam. Paradichlorobenzene telah terbukti sedikit menghambat makan tetapi tidak efektif sebagai penolak terhadap kumbang permadani hitam.
Demikian informasi terkait kumbang permadani. Semoga bermanfaat, ya!
Apabila sedang mencari perusahaan pengendalian hama berlisensi, Ahli Hama dapat dipilih sebagai lembaga independen terpercaya.
Untuk informasi lebih lanjut silahkan menghubungi kami melalui +62 821-1825-0931.
Author : AS Zuhri
REFERENSI
Baker JE. 1986. Influence of larva weight and temperature change on survival and pupation in black carpet beetle (Coleoptera: Dermestidae). Environmental Entomology 15: 1166-1170.
Bennet GW, Owens JM, Corrigan RM. 1997. Truman's Scientific Guide to Pest Control Operations, 5th Ed. Advanstar Communications, Cleveland.
Black J. 2004. Fabric and museum pests. pp. 581-633. In Morland D (ed.), Handbook of Pest Control (Mallis A), Ninth Edition. GIE Media, Inc.
Bry RE, Jurd L, Lang JH, Boatright RE. 1978. Mothproofing: candidate repellents against black carpet beetle larvae, Attagenus megatoma (Coleoptera: Dermestidae). Journal of the Georgia Entomological Society 13: 63-66.
Bry RE, Lang JH, Boatright RE. 1983. Toxicity of three pyrethroid insecticides to eggs of the black carpet beetle, Attagenus megatoma, and the webbing clothes moth, Tineola bisselliella. Journal of the Georgia Entomological Society 18: 394-398.
Robinson WH. 1996. Urban Entomology: Insect and Mite Pests in the Human Environment. Chapman & Hall, New York.
Su NY, Scheffrahn RH. 1990. Efficacy of sulfuryl fluoride against four beetle pests of museums (Coleoptera: Dermestidae, Anobiidae). Journal of Economic Entomology 83: 879-882.