Dalam upaya mengurangi penggunaan pestisida kimia, biopestisida menjadi alternatif yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan. Biopestisida berasal dari bahan alami seperti mikroorganisme (bakteri, jamur, dan virus), metabolit sekunder, atau ekstrak tumbuhan yang memiliki kemampuan mengendalikan hama secara efektif tanpa merusak ekosistem. Salah satu agen biologi yang banyak dikembangkan sebagai biopestisida adalah jamur entomopatogen Metarhizium anisopliae.
M. anisopliae dikenal sebagai patogen serangga yang dapat menginfeksi dan membunuh berbagai jenis serangga, termasuk rayap (Isoptera). Keunggulannya antara lain memiliki resistensi yang lebih rendah dibandingkan pestisida kimia, karena mekanisme infeksi jamur melibatkan berbagai faktor yang sulit dimodifikasi oleh serangga. Selain itu, biopestisida ini memiliki toksisitas rendah terhadap organisme non-target, termasuk mamalia, burung, dan serangga yang menguntungkan seperti lebah.
Dengan demikian, penggunaan M. anisopliae sebagai biopestisida tidak hanya membantu dalam pengendalian hama yang efektif tetapi juga menjaga ekosistem.
Image Source: Gouli, 2018
Metarhizium anisopliae (M. anisopliae) adalah entomopatogen yang umum ditemukan dan termasuk dalam kelompok jamur, yaitu divisi Ascomycota, kelas Sordariomycetes, ordo Hypocreales, famili Clavicipitaceae, dan genus Metarhizium. Jamur ini dapat ditemukan di tanah, terutama di sekitar rizosfer tanaman, serta pada bangkai arthropoda sebagai saprofit.
M. anisopliae berkembang biak secara aseksual karena belum ditemukan bentuk reproduksi seksualnya (teleomorf). Dalam proses penyebaran dan infeksi, jamur ini terutama mengandalkan konidia, yaitu spora yang dapat menyebar ke lingkungan dan menginfeksi serangga.
Proses infeksi Metarhizium anisopliae dimulai ketika spora jamur (konidia) menempel pada permukaan tubuh inang melalui mekanisme adhesi. Setelah menempel, konidia mulai berkecambah dan berkembang di permukaan kutikula inang. Pada tahap selanjutnya, jamur membentuk appressorium, yaitu struktur khusus yang berfungsi untuk menembus lapisan pelindung serangga. Penetrasi ke dalam tubuh inang dilakukan dengan bantuan enzim dan tekanan mekanis, memungkinkan jamur melewati kutikula yang tersusun dari protein dan kitin.
Setelah berhasil masuk, jamur menyebar dalam cairan tubuh serangga (hemolimfa), menginfeksi organ-organ internal dan menyebabkan kematian inang. Ketika inang mati, jamur akan keluar dari tubuhnya melalui proses ekstrusi dan mulai menghasilkan spora baru. Spora ini kemudian menyebar ke lingkungan dan siap untuk menginfeksi serangga lain, melanjutkan siklus infeksi Metarhizium anisopliae.
M. anisopliae telah banyak diteliti karena sifatnya yang ramah lingkungan, aman bagi manusia, memiliki jangkauan inang yang terbatas, serta mudah untuk diproduksi dalam skala besar. Namun, dibandingkan dengan pestisida kimia, M. anisopliae memiliki kecepatan membunuh yang lebih lambat, yaitu sekitar lima hari dalam kondisi ideal.
Image Source: Azmi et al., 2016
Rayap memiliki peran ganda dalam ekonomi, yakni sebagai dekomposer yang bermanfaat bagi ekosistem sekaligus hama perusak yang merugikan manusia. Mereka membantu proses dekomposisi bahan organik, meningkatkan kesuburan tanah, tetapi juga merusak bangunan, perabotan, dan dokumen berbahan kayu.
Makanan utama rayap adalah selulosa, yang mereka cerna dengan bantuan mikroorganisme simbion dalam pencernaannya. Sumber selulosa yang mereka konsumsi mencakup kayu, akar, ranting, mulsa, kertas, kardus, dan kain berbasis tumbuhan seperti kapas.
Jika tidak dikendalikan, koloni rayap dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang besar, terutama dalam sektor konstruksi, pertanian, dan industri berbasis kayu. Kehadiran mereka sering kali tidak terdeteksi hingga kerusakan sudah cukup parah. Oleh karena itu, pengendalian rayap menggunakan Metarhizium anisopliae menjadi penting untuk mencegah dampak negatifnya terhadap properti dan lingkungan.
Metarhizium anisopliae menghasilkan berbagai metabolit sekunder, termasuk destruksin (DTXs), yang berperan dalam proses infeksi serangga inang. Hingga saat ini, telah ditemukan 38 jenis destruksin, dan sebagian besar dihasilkan oleh M. anisopliae. Secara kimiawi, DTXs diklasifikasikan ke dalam lima kelompok utama, yaitu A hingga E. Beberapa di antaranya, seperti destruksin A, E, dan B, menunjukkan aktivitas insektisida yang kuat.
DTXs bekerja dengan membuka saluran kalsium (Ca²⁺) pada membran sel, menyebabkan depolarisasi membran, kelumpuhan, dan akhirnya kematian serangga. Selai itu, DTXs juga membantu M. anisopliae melemahkan sistem kekebalan serangga dengan merusak organ ekskresi (tubulus Malpighi) dan ototnya. Akibatnya, serangga mengalami gangguan pencernaan, kesulitan buang air, dan sulit bergerak.
Serangga yang terinfeksi biasanya mencari tempat yang lebih hangat untuk mencoba menghentikan pertumbuhan jamur. Namun, karena DTXs juga mengurangi kemampuan geraknya, serangga menjadi lebih lemah dan sulit melawan infeksi, sehingga jamur dapat berkembang lebih efektif.
Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa Metarhizium anisopliae dapat digunakan untuk mengendalikan berbagai jenis rayap. Uji lapangan menunjukkan bahwa efektivitas M. anisopliae bergantung pada dosis aplikasi dan kondisi vegetasi, serta suhu yang mempengaruhi perkembangan dari jamur Metarhizium.
Author: Dherika
Azmi, W.A., Sulaiman, Z.A., Insyirah, I., Pong, K.K., Grace, L.E.L., & Siti, N.K bt. Addis. (2016). Virulence Evaluation of Entomophathogenic Fungi to Subterranean Termites, Globitermes sulphureus (Insecta: Isoptera). Malaysian Journal of Microbiology, 12(6): 492-497.
Gouli, S.Y. (2018). Green Muscardine of Insects (Metarhizium anisopliae (Metschn.) Sorokin). Retrieved from https://www.invasive.org/browse/detail.cfm?imgnum=1276025#javascript:fullscreen() (Accessed: February 12th, 2025).
iNaturalist. (2020). Embiratermes festivellus. Retrieved from https://www.inaturalist.org/observations/66621175 (Accessed: february 12th, 2025).
Peng, Z., Huang, S., Jia-Ting, C., Ni, L., Yong, W., Asad, N., & Sheng-Qun, D. (2022). An Update of a Green Pesticide: Metarhizium anisopliae. All Life, 15(1): 1141-1159. https://doi.org/10.1080/26895293.2022.2147224.