Cnaphalocrocis medinalis, biasa dikenal dengan penggulung daun padi, adalah salah satu hama tanaman padi yang cukup tersebar di benua Asia. Serangga ini menimbulkan ancaman besar bagi tanaman padi, menyebabkan kerugian hasil yang substansial. Memahami biologi, perilaku, dan metode pengendaliannya sangat penting untuk manajemen hama yang efektif.
Penggulung daun padi tersebar luas di daerah tropis dan subtropis Asia, termasuk Cina, India, Jepang, Indonesia, Filipina, Thailand, dan Vietnam. Hama ini berkembang di daerah pertanian tempat dimana tanaman padi menjadi tanaman utama dan tersedia secara melimpah.
Penggulung daun padi dewasa berwujud ngengat kecil dengan rentang sayap sekitar 15-20 mm. Mereka memiliki warna coklat keemasan dengan sepasang bintik putih di setiap sayap depan. Larva, yang merupakan fase yang merusak tanaman padi, merupakan ulat berbentuk ramping, berwarna hijau kekuningan yang bisa tumbuh hingga 20 mm panjangnya.
Siklus Hidup dan Perilaku
Siklus hidup Cnaphalocrocis medinalis mencakup empat tahap: telur, larva, pupa, dan dewasa.
Betina meletakkan telurnya secara tunggal atau berkelompok pada daun tanaman padi. Telurnya berbentuk oval dan tembus pandang, menetas dalam waktu sekitar 4-7 hari .
Larva mengalami lima instar, memakan daun dengan melipatnya secara longitudinal dan menciptakan gulungan daun sebagai pelindung. Tahap ini berlangsung sekitar 15-20 hari. Pupa terbentuk di dalam daun yang dilipat, dan tahap pupa berlangsung sekitar 7-10 hari.
Setelah keluar dari pupa, serangga dewasa hidup selama sekitar 1-2 minggu, selama waktu itu mereka kawin dan bertelur.
Penggulung daun padi bersifat nokturnal, dengan waktu serangga dewasa paling aktif pada saat senja dan malam hari. Larva-nya merupakan agen destruktif utama, memakan jaringan daun dan menciptakan lipatan untuk melindungi mereka dari pemangsa dan cekaman lingkungan.
Hama ini dikenal sebagai hama putih palsu karena gejala serangannya mirip dengan gejala serangan hama putih sejati. Meskipun hama putih palsu (Cnaphalocrocis medinalis) bukan merupakan hama utama yang sangat berbahaya bagi tanaman padi, serangannya tetap dapat merugikan petani. Serangan hama putih palsu umumnya terjadi pada fase vegetatif tanaman (saat tanaman masih muda), meskipun terkadang dapat terjadi juga saat tanaman sudah berbunga.
Gejala serangan hama putih palsu pada tanaman padi meliputi daun yang bergulung dengan garis-garis putih transparan. Larva memakan jaringan hijau daun dari dalam lipatan daun, sehingga permukaan bawah daun berubah menjadi putih. Setiap daun dapat memiliki lebih dari satu garis yang sejajar dengan ibu tulang daun. Pada serangan yang parah, banyak gulungan daun dapat ditemukan di setiap tanaman. Daun yang mengalami kerusakan berat akan mengering, dan lahan yang terkena serangan berat akan tampak seperti terbakar.
Metode Pengendalian
Metode pengendalian fisik meliputi: Pembuangan telur dan larva secara manual, dapat diterapkan dalam budidaya atau pertanian dalam skala kecil. Perangkap cahaya juga dapat digunakan untuk menarik dan menangkap ngengat dewasa dan mengurangi populasi pembiakan.
Pengendalian biologis melibatkan penggunaan musuh alami untuk mengelola populasi penggulung daun padi. Predator seperti laba-laba, kumbang, dan tawon parasitoid (seperti, Trichogramma spp.) efektif dalam mengurangi populasi larva dan telur.
Pengendalian kimia menjadi metode yang banyak digunakan untuk mengelola penggulung daun padi dalam kasus infestasi yang tinggi. Insektisida seperti klorpirifos, fipronil, dan buprofezin sering digunakan. Namun, ketergantungan pada pengendalian kimia dapat menyebabkan perkembangan resistensi pada populasi hama dan dampak negatif pada organisme non-target dan lingkungan.
Strategi Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) yang menggabungkan kontrol kimia, biologis, dan fisik direkomendasikan untuk mengurangi risiko ini. Dengan menggabungkan metode fisik, biologis, dan kimia, petani dapat mengelola populasi penggulung daun padi secara berkelanjutan dan melindungi tanaman mereka dari kerusakan yang signifikan .
Nah, demikian ulasan singkat terkait kecoa mendesis Madagaskar beserta cara pengendaliannya.
Untuk informasi lebih lanjut silahkan menghubungi kami melalui +62 821-1825-0931.
Author: Ainur Subhan
REFERENSI:
Heinrichs, E.A. (1994). Biology and Management of Rice Insects. Wiley Eastern Limited.
Way, M.J., & Heong, K.L. (1994). The Role of Biodiversity in the Dynamics and Management of Insect Pests of Tropical Irrigated Rice - A Review. Bulletin of Entomological Research, 84(4), 567-587.
Dutt, N. (1929). The Life History of Cnaphalocrocis medinalis. Agricultural Journal of India, 24, 270-273.
Chandra, G., & Pant, N.C. (1969). Studies on the Bionomics of the Rice Leaf Folder Cnaphalocrocis medinalis Guen. Indian Journal of Entomology, 31(1), 32-37.
Reissig, W.H., Heinrichs, E.A., Valencia, S.L., & Fiedler, L. (1986). Insect Pest Management for Rice. Springer.
Kiritani, K., & Nakasuji, F. (1967). Estimation of the Developmental Zero and Thermal Constant of the Rice Leaf Folder, Cnaphalocrocis medinalis Guenee (Lepidoptera: Pyralidae). Japanese Journal of Applied Entomology and Zoology, 11(4), 331-335.
Yamaguchi, T., & Sogawa, K. (1991). Feeding Habits and Damage of the Rice Leaf Folder, Cnaphalocrocis medinalis. Japanese Journal of Applied Entomology and Zoology, 26(3), 129-138.
Heinrichs, E.A., & Medrano, F.G. (1984). Effect of Leaf Folder Feeding on Rice Yields. International Rice Research Newsletter, 9(3), 16-17.
IRRI (International Rice Research Institute). (2009). Rice Leaf Folder. Rice Knowledge Bank. Retrieved from IRRI Rice Knowledge Bank.
Dale, D. (1994). Insect Pests of the Rice Plant: Their Biology and Ecology. Wiley Eastern Limited.
Shepard, B.M., & Ooi, P.A.C. (1991). Insect Pests of Rice. CAB International.
Matteson, P.C. (2000). Insect Pest Management in Tropical Asian Irrigated Rice. Annual Review of Entomology, 45, 549-574.
IRAC (Insecticide Resistance Action Committee). (2021). IRAC Mode of Action Classification Scheme. Retrieved from IRAC.
FAO (Food and Agriculture Organization). (2018). Integrated Pest Management for Rice. Retrieved from FAO.