Endocrine Disrupting Pesticides

Endocrine Disrupting Pesticides
13
Rabu, 13 November 2024

Pestisida telah menjadi salah satu komponen penting dalam pertanian modern, membantu melindungi tanaman dari serangan hama yang merusak dan memaksimalkan hasil panen. Salah satu jenis pestisida yang banyak digunakan adalah Pestisida Pengganggu Endokrin atau Endocrine Disrupting Pesticides (EDPs)

Sistem Endokrin

Sistem endokrin adalah jaringan integratif yang terdiri dari kelenjar, hormon, dan reseptor, yang berperan penting sebagai pengontrol serta penyedia komunikasi utama antara sistem saraf dan fungsi tubuh seperti reproduksi, imunitas, metabolisme, dan perilaku. Salah satu fungsi terpentingnya adalah mempertahankan homeostasis atau keseimbangan fungsi tubuh. Untuk mencapai ini, sistem endokrin bekerja melalui mekanisme umpan balik antara sistem saraf pusat, hipofisis, dan organ-organ, memungkinkan tubuh beradaptasi dengan perubahan status hormon baik dari dalam tubuh maupun dari lingkungan..

Karena kompleksitas interaksi antara berbagai kelenjar dan hormon dalam sistem ini, endokrin sangat sensitif terhadap perubahan kecil, baik internal maupun eksternal. Gangguan pada keseimbangan ini dapat menyebabkan dampak serius terhadap perkembangan dan fungsi organisme secara keseluruhan.

Endocrine Distruptor System  (EDP)

Banyak zat, baik alami maupun sintetis, yang terkandung dalam pestisida pengganggu endokrin (EDP) telah terbukti memiliki kemampuan untuk mengganggu sistem endokrin pada berbagai spesies hewan. Roig et al. (2011) mencantumkan 105 zat aktif di dalam pestisida yang bekerja sebagai ED. Dari jumlah tersebut, 46% diantaranya adalah insektsida, 21% herbisida, dan 31% fungsida. Beberapa diantaranya seperti DDT dan atrazin sudah tidak ditemukan di pasaran. Dari daftar tersebut, banyak senyawa aktif yang menargetkan sistem reproduksi dengan menganggu fungsi dari hormon estrogen, androgen, dan tiroid. Beberapa diantaranya adalah Captan, Carbaryl, Aldicaprb, dan Acetochlor. Estrogen, androgen, dan tiroid memainkan peran penting dalam berbagai proses fisiologis, termasuk reproduksi, pertumbuhan, dan metabolisme. Oleh karena itu, terganggunya fungsi normal ketiga hormon tersebut dapat menimbulkan dampak negatif yang signifikan terhadap kelansungan hidup hama target. 

Gambar 1 Respon hormon hormal (a) ; Gangguan EDC pada reseptor hormon (Hrouzkova & Matosiva, 2012)

Senyawa aktif yang berada di dalam EDP dapat menganggu sistem endokrin hama target melalui beberapa mode aksi, seperti meniru kerja hormon, memblokir reseptor hormon, dan mengubah produksi hormon (Gambar 1). Secara khusus, EDC dapat mengikat dan mengaktifkan berbagai reseptor hormon dan kemudian meniru kerja hormon alami (aksi agonis).

EDP bisa bekerja secara spesifik untuk hama tertentu, namun hal tersebut sangat bergantung pada bahan kimia yang digunakan. Oleh karena itu, EDP sering kali digunakan sebagai pendekatan yang lebih tepat sasaran dibandingkan dengan pestisida berspektrum luas lainnya yang dapat membahayakan berbagai spesies non-target. EDP dapat digunakan sebagai bagian dari strategi pengelolaan hama terpadu (IPM) untuk membantu mengelola masalah resistensi. Karena EDP menargetkan proses-proses mendasar seperti reproduksi dan perkembangan, kecil kemungkinan hama mempunyai variasi genetik yang menyebabkan resistensi. Dengan kata lain, pembentukan variasi genetik yang menyebabkan resistensi terhadap EDP tidak menguntungkan suatu populasi hama secara alami, karena dapat mengganggu fungsi dasar kehidupan. Hal ini berbeda dengan beberapa pestisida lain yang menargetkan jalur biokimia tertentu. Hama yang mengembangkan resistensi terhadap pestisida tersebut mungkin memiliki sifat genetik yang memungkinkan hama tersebut menghindari atau melawan cara kerja pestisida tanpa menimbulkan dampak negatif yang parah terhadap kelangsungan hidup atau reproduksinya. Namun, walaupun EDP mengurangi potensi resistensi, hal tersebut masih dapat terjadi seiring berjalannya waktu apabila hama berhasil beradaptasi terhadap gangguan yang disebabkan melalui cara lain, seperti perubahan perilaku atau mutasi genetik lebih lanjut.

Walaupun EDP merupakan salah satu pestisida yang sangat efektif mengatasi hama, mulai awal tahun 1990 hingga 2000, penggunaan EDP mulai menimbulkan kekhawatiran karena dilaporkan memberikan dampak negatif pada manusia, satwa liar, dan lingkungan. EDP dilaporkan berpotensi menganggu sistem endokrin manusia dan satwa liar. Gangguan ini dapat menyebabkan masalah kesehatan, termasuk gangguan reproduksi dan masalah neurologis. Roeleveld et al. (2006) meninjau bahwa paparan EDP dapat menurunkan kesuburan dan gangguan siklus mentruasi pada wanita. Namun, kelemahan dari beberapa penelitian yang telah dilakukan adalah sebagian besar merupakan penelitian pada hewan dan kultur sel yang tidak bisa dibandingkan sepenuhnya dengan manusia. Selain manusia, ED juga dapat mengganggu reproduksi dan perkembangan dari satwa liar. Apabila tidak dikendalikan hal tersebut dapat menimbulkan efek negatif yang lebih besar lagi terhadap ekosistem.

Beberapa EDP dapat bertahan di lingkungan dalam waktu lama. Selain itu, residu EDP juga dapat ditemukan pada buah dan sayur yang sudah masuk ke pasaran. Walaupun ditemukan dalam konsentrasi rendah, konsumsi dalam jangka panjang dan dalam jumlah besar pada orang dewasa, bayi, dan anak-anak tetap berbahaya bagi kesehatan. 

Karena EDP memberikan dampak negatif yang cukup signifikan terhadap lingkungan, pada tahun 2000 hingga 2009 beberapa badan regulasi seperti U.S. Environmental Protection Agency (EPA) dan Euopean Union (EU) mulai mengembangkan prosedur pengujian dan evaluasi untuk mengatur EDP. EU mengambil langkah untuk mengatasi EDP melakui kerangka REACH (Registration, Evaluation, Authorization, and Restriction of Chemicals). Pada tahun 2023, EU melarang penggunaan herbisida dan fungsida dengan zat aktif Triflusulfuron-metil, Asulam natrium, Benthiavalicarb, Metiram, dan Clofentezine. Kelima zat tersebut dilaporkan oleh EFSA sebagai pengganggu endokrin pada manusia (PANE, 2017).

Untuk mengatasi dan meminimalisir dampak negatif yang disebabkan EDP, perlu dilakukan penelitian yang berkelanjutan. Penelitian tersebut dapat membantu mencari alternatif yang lebih aman. Data yang didapatkan juga dapat membantu badan regulasi untuk menentukan keamanan suatu zat aktif di dalam pestisida. Selain itu, meningkatkan kesadaran tentang risiko yang terkait dengan EDP adalah hal yang penting. Mendidik petani, konsumen, dan masyarakat umum tentang potensi bahaya EDP dan manfaat pertanian berkelanjutan dapat mengarah pada penggunaan pestisida yang lebih bertanggung jawab. Strategi untuk mengurangi residu pestisida pada produk makanan, seperti peningkatan pemantauan dan pengujian residu, dapat membantu melindungi konsumen dari paparan EDP. Dengan menerapkan solusi-solusi tersebut, risiko yang terkait dengan EDP dapat dikurangi dan mendorong praktik pertanian yang lebih aman dan berkelanjutan.

REFERENSI:

EFSA. (2016). Endocrine Active Susbtances. https://www.efsa.europa.eu/en/topics/topic/endocrine-active-substances-. Diakses pada tanggal 20 Oktober 2023.

Hrouzlpva, S & Matisova, E. (2012). Pesticides, Advances in Chemical and Botanical Pesticides. London : INTECH.

PANE. (2017). Hormone Disrupting Peticides (EDCs). https://www.pan-europe.info/eu-. Diakses pada tanggal 20 Oktober 2023.

Roig, B., et al. (2011).Effect of Endocrine Disruptor Pesticides : A Review. International Journal of Enviromental Research and Public Health. 8 (6) : 2265-2303.

Roeleveld, N., et al. (2006). Pesticide Exposure : The Hormonal Function of the Female Reproductive System Disrupted. Reproductive Biology and Endocrinology. 4 (30).

Voulvoulis, N., et al. (2007). Endocrine Disrupting Pesticides : Implications for Risk Assessment. Enviroment International. 34 : 168-183.

DAFTAR KELAS SEKARANG