Wortel (Daucus carota L.) adalah sayuran penting yang kaya akan senyawa bioaktif alami yang dikenal karena efek nutraceutical dan manfaat kesehatannya. Wortel termasuk di antara sepuluh tanaman sayuran terbaik di dunia dengan produksi tahunan dunia sekitar 428 juta ton yang ditanam di lahan seluas sekitar 11,5 juta hektar.
Selama musim tanam, wortel rentan terhadap berbagai hama, termasuk lalat wortel (Psila rosae Fabricius, 1794) yang merupakan hama serius pada wortel dan tanaman sejenis dari famili Apiaceae (Apium graveolens dan Pastinaca sativa).
Daerah asal spesies ini kemungkinan besar berasal dari Timur Tengah dan Eropa Selatan. Selanjutnya, lalat wortel tersebar luas di seluruh dunia, mencakup Amerika Utara dan Selatan, Eropa, Asia, Selandia Baru, dan Afrika Selatan.
Larva lalat wortel memakan akar lateral (bagian samping dari akar utama), yang merupakan akar yang tumbuh dari akar utama. Kerusakan ini bisa menyebabkan kematian pada bibit (tanaman muda) dan merusak akar muda yang baru tumbuh.
Jika tanaman wortel mampu bertahan dari serangan larva, bentuk akarnya bisa berubah. Contohnya, wortel mungkin akan tumbuh dengan bentuk yang tidak sempurna, seperti terdistorsi (membengkok atau tumbuh tidak lurus) atau bercabang dua. Akibatnya, wortel yang terserang ini tidak memenuhi standar kualitas untuk dikonsumsi atau dijual di pasar karena bentuknya yang tidak menarik atau adanya kerusakan​.
Artikel ini akan membahas mengenai lalat wortel sebagai hama pengganggu komoditas wortel. Yuk simak uraian di bawah ini.
Lalat wortel (Psila rosae) mengalami siklus hidup holometabola, mulai dari telur, larva, pupa, hingga dewasa.
Tubuh lalat dewasa hanya sepanjang 5 mm, berwarna hitam mengkilat dengan corak hijau, dan kaki berwarna coklat kekuningan. Larva berukuran hingga 8 mm, berwarna putih susu yang semakin gelap saat tumbuh. Telur berukuran 0,8 mm, memanjang, dan berwarna putih keabu-abuan.
Lalat kawin di area lahan subur, lalu betina bertelur dekat akar wortel, tepat di bawah permukaan tanah. Seekor betina bertelur hingga 100 butir yang menetas dalam 7 hari.
Larva kecil memakan akar halus, sedangkan larva besar menyerang akar utama wortel, menyebabkan tanaman membusuk atau tumbuh tidak normal.
Setelah fase larva 6 minggu–3 bulan, tergantung musim, larva instar ketiga masuk ke tanah menjadi pupa, yang membutuhkan waktu 3 minggu hingga beberapa bulan untuk berubah menjadi lalat dewasa. Dewasa hidup hingga dua bulan di sekitar dedaunan tanaman.
Lalat wortel menemukan inangnya melalui "indera penciuman" dengan mendeteksi senyawa yang dihasilkan oleh tanaman. Salah satu senyawa yang menarik lalat wortel adalah asam klorogenat, yang diproduksi di lapisan epidermis akar wortel.
Asam klorogenat merupakan ester yang terbentuk dari asam kafeat dan asam kinat. Semakin tinggi konsentrasi asam klorogenat pada tanaman wortel, semakin rentan tanaman tersebut terhadap serangan lalat wortel.
Kerusakan tanaman biasanya disebabkan oleh larva yang menggerogoti akar lateral dan dapat mengakibatkan kematian akar muda dari bibit. Jika bibit masih bertahan, akar wortel yang dihasilkan mungkin terdistorsi atau bercabang dua.
Gejala kerusakan lalat wortel di atas permukaan tanah sering kali disalahartikan sebagai gejala kekurangan unsur hara atau stres akibat kekurangan air. Munculnya daun berwarna kemerahan yang menguning dan mengering seiring berjalannya waktu merupakan tanda-tanda adanya serangan dari lalat wortel.
Seiring bertambahnya usia larva, kait mulut mereka berkembang sehingga memungkinkan untuk memakan korteks akar wortel yang lebih keras. Akibatnya, wortel menjadi bau, pahit saat dimakan dan membusuk. Hal ini dapat menurunkan nilai pasarnya.
Akar wortel biasanya bertahan dari serangan tetapi tidak dapat dipasarkan karena adanya infeksi akar sekunder akibat jamur dan bakteri. Tingkat serangan yang parah dan tingkat serangan jamur yang terkait dapat merusak akar.
Beberapa teknik pengendalian budaya dapat mengurangi kerusakan akibat lalat wortel, seperti menggunakan penghalang fisik, pemantauan tanaman, rotasi tanaman untuk menghindari kerusakan awal, dan menghindari menanam wortel di tempat berlindung lalat.
Di Denmark, jamur Entomophthora muscae menginfeksi lalat dewasa, mengganggu perilaku bertelur betina. Di Swedia, tumpang sari dengan lucerne terbukti mengurangi kerusakan lalat wortel, sedangkan pemuliaan tanaman menghasilkan varietas wortel yang lebih tahan hama. Persilangan antara wortel komersial dan Daucus capillifolius menghasilkan galur wortel yang resisten hingga 70%.
Penggunaan insektisida terbatas karena perilaku lalat. Insektisida seperti phorate atau diazinon digunakan di sekitar tanaman wortel, sementara di Eropa piretrin dan klorantraniliprol efektif mengendalikan lalat wortel. Penelitian menunjukkan bahwa diamida lebih efektif pada lalat dewasa dan larva dibandingkan piretroid.
Di Finlandia, layanan prakiraan hama berbasis teknologi GIS dan Internet membantu petani dengan informasi pengendalian, namun keputusan akhir tetap di tangan petani.
Author: Dherika
Gasparic, H.V., Jurkovic, A., & Darija, L. (2022). Integrated Pest Management Approaches for Two Major Carrot Pests – The Carrot Root Fly and Carrot Cyst Nematode. Journal of Central European Agriculture, 23(1): 69-81. Doi: /10.5513/JCEA01/23.1.3380.
Poole, M. (2009). A National Industry Pest Specific Incursion Management Plan (PSIMP) for Carrot Rust Fly (Psila rosae). Sydney: Horticulture Australia Ltd.