Hidung Buatan untuk Diagnosa Dini Hama Pada Tanaman

Hidung Buatan untuk Diagnosa Dini Hama Pada Tanaman
08
Selasa, 8 Oktober 2024

Perkembangan teknologi yang semakin maju membuat pekerjaan manusia semakin mudah. Banyak pekerjaan dapat dilakukan secara otomatis, hingga tahap melakukan evaluasi dan monitoring. salah satunya dalam pemantauan penyakit dan hama pada tanaman.

Dalam beberapa tahun terakhir sudah banyak metode modern yang digunakan dalam pengendalian hama terpadu khususnya untuk mendiagnosis dan memantau kesehatan pada tanaman, termasuk memonitor keberadaan hama yang meliputi bakteri, hingga hewan parasit.

Salah satu tantangan yang menjadi perhatian adalah kesulitan pada penentuan perubahan fisik, kimia dan biologis pada tanaman itu sendiri pada saat infeksi terjadi. Selain itu terdapat tantangan lain dalam kecepatan, ketepatan waktu, serta modal yang dituntut untuk menjadi lebih ekonomis agar lebih disukai.

Untuk menjawab tantangan tersebut banyak studi yang sudah berhasil menghasilkan metode-metode mutakhir untuk mendiagnosis penyakit atau perubahan (fisika, kimia, dan biologis) yang terjadi pada tanaman dan sedang dikembangkan lebih lanjut.

Metode Deteksi Penyakit dan Hama Pada Tanaman

Secara umum ada 2 metode yaitu: Direct method dan Indirect method. Direct method atau metode langsung, meliputi metode yang mendeteksi atau mendiagnosa menggunakan teknologi molekuler seperti: Polymerase chain reaction (PCR), fluorescence in-situ hybridization (FISH), serological technologies such as enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) hingga deteksi menggunakan infra merah untuk keberadaan hama yang tampak.

Sedangkan Indirect method atau metode tidak langsung mendeteksi adanya perubahan morfologi, perubahan laju respirasi, dan kandungan pada volatile organic compound (VOC) yang dihasilkan pada tanaman yang berhubungan dengan teknologi seperti: pencitraan fluorescens, teknik hyperspectral, dan gas chromatography–mass spectrometry (GC-MS).

Selain kedua metode tersebut, biosensor spesifik, seperti biosensor berbasis antibodi dan DNA/RNA juga dikembangkan untuk bio-recognition. Untuk saat ini, dari banyaknya metode yang ada, metode berbasis DNA dan serologi merupakan metode yang paling memungkinkan dan esensial sebagai alat deteksi yang paling akurat dalam mendiagnosa penyakit pada tanaman secara langsung.

Namun metode tersebut belum dapat memberikan hasil yang realtime sehingga tidak dapat mendeteksi gejala awal, dan membutuhkan setidaknya 1-2 hari untuk dari sampling hingga proses analisis.

Hidung Buatan / Artificial Olfaction Device

VOC yang dihasilkan tanaman menjadi salah satu parameter yang bisa digunakan untuk melakukan diagnosa secara realtime terkait kondisi kesehatan tanaman tersebut.

Komposisi VOC yang dihasilkan tanaman bervariasi tergantung dengan jenis kerusakan seperti keberadaan infeksi patogen hingga kerusakan akibat herbivora.

GC-MS yang merupakan salah satu metode yang menggunakan parameter VOC namun harus melakukan ekstrak pada bagian tanaman sehingga belum mampu dilakukan secara realtime. Sehingga E-nose menjadi  salah satu solusi baru yang ditawarkan untuk mengatasi hal ini.

E-nose, biasa dikenal dengan sebutan artificial olfaction device, yang didesain dengan meniru alat penciuman manusia, sudah dikembangkan dalam dua dekade terakhir. Penggunaannya juga sangat luas mulai dari keperluan medis, pertanian, perlindungan lingkungan hingga industri makanan. Bagian terpenting dari alat ini adalah sensor gas dan analisis pemetaan pola-pola yang terbentuk akibat sampel VOC yang didapatkan. Alat ini menggunakan beberapa jenis sensor yang dapat menerjemahkan informasi keberadaan VOC menjadi sinyal elektronik.

Molekul VOC yang diproduksi tanaman sangat beragam bergantung perubahan (fisika, kimia, biologis) yang dialami, bahkan kerusakan akibat mikroba (jamur, bakteri dan virus) juga dapat berkontribusi terhadap perubahan karakteristik VOC yang dihasilkan akibat adanya metabolit yang juga dihasilkan dari mikroba tersebut.

Molekul VOC yang tersebar dan berhasil masuk kedalam sistem sensor akan menyebabkan perubahan yang reversibel terhadap sensor tersebut sehingga mengakibatkan adanya perubahan sinyal yang ditransmisikan atau perubahan potensial listrik lainnya.

Data tersebut diolah menggunakan rangkaian modul melalui pemetaan pola-pola untuk mengelompokkannya berdasar aroma tertentu. Kemudian data dapat ditampilkan dan disimpan untuk kemudian dianalisis lebih lanjut menggunakan database yang sudah tersedia.

Namun E-nose juga bukan tanpa celah. Alat ini sangat sensitif sehingga cukup terpengaruh oleh kondisi lingkungan seperti kelembaban, dilaporkan bahwa kelembaban dapat memperpendek umur dari sensor gas yang digunakan.

Selain itu, di kondisi lapangan terbuka yang terlalu beragam dapat membuat hasil analisis alat ini tidak akurat, misal karena adanya perubahan tak tentu pada suhu, kelembaban, komposisi gas di udara dapat membuat tanaman menghasilkan VOC yang berbeda.

Sehingga, penggunaan alat ini sangat dianjurkan untuk digunakan dalam kondisi lingkungan yang telah disesuaikan. Dengan tambahan kombinasi teknologi lain yang sedang dikembangkan, alat ini berpotensi digunakan dalam skala yang lebih besar di masa depan.

Nah, demikian ulasan singkat terkait hidung buatan untuk diagnosa dini hama pada tanaman. Semoga bermanfaat ya!

Author: Dherika

REFERENSI :

Cui, S., Ling, P., Zhu, H., & Keener, H. M. (2018). Plant pest detection using an artificial nose system: A review. Sensors, 18(2), 378.

Cui, S., Inocente, E. A. A., Acosta, N., Keener, H. M., Zhu, H., & Ling, P. P. (2019). Development of fast e-nose system for early-stage diagnosis of aphid-stressed tomato plants. Sensors, 19(16), 3480.

Fuentes, S., Tongson, E., Unnithan, R. R., & Gonzalez Viejo, C. (2021). Early detection of aphid infestation and insect-plant interaction assessment in wheat using a low-cost electronic nose (E-nose), near-infrared spectroscopy and machine learning modeling. Sensors, 21(17), 5948.

DAFTAR KELAS SEKARANG