Lalat Tsetse dan Trypanosomiasis: Tantangan Kesehatan dan Ekonomi di Afrika

Lalat Tsetse dan Trypanosomiasis: Tantangan Kesehatan dan Ekonomi di Afrika
11
Jumat, 11 Oktober 2024

Lalat tsetse (Glossina spp.) adalah vektor biologis yang memainkan peran penting dalam penyebaran trypanosomiasis, sebuah penyakit parasit yang mematikan bagi hewan ternak dan manusia.

Pada hewan ternak, penyakit ini dikenal sebagai nagana, sementara pada manusia disebut penyakit tidur (sleeping sickness). Penyakit ini, jika tidak diobati, berpotensi menyebabkan kematian, yang membawa dampak signifikan tidak hanya pada kesehatan, tetapi juga pada ekonomi, terutama di wilayah-wilayah yang bergantung pada sektor peternakan.

Mengingat pentingnya ternak sebagai sumber produksi susu, daging, pupuk kandang, dan tenaga kerja, kehilangan ternak akibat nagana bisa mengancam ketahanan pangan dan kesejahteraan ekonomi lokal.

Upaya pengendalian lalat tsetse dan biaya pengobatan trypanosomiasis yang tinggi juga dapat membebani negara-negara seperti Ethiopia, di mana wilayahnya dipenuhi oleh lalat tsetse mencakup sekitar 21,7% dari total wilayah negara Ethiopia.

Oleh karena itu, memahami dan mengendalikan penyebaran lalat tsetse dan trypanosomiasis sangat penting guna melindungi sektor peternakan dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi di wilayah terdampak.

Artikel ini akan membahas mengenai lalat tsetse penyebab trypanosomiasis. Yuk simak uraian di bawah ini.

Mengenal Lebih Dekat dengan Lalat Tsetse.

Lalat tsetse ini masuk dalam genus Glossina dan famili Glossinidae. Lalat tsetse memiliki tubuh yang sempit, berwarna kuning hingga coklat tua dan panjang sekitar 6 - 13,5 mm.

Lalat tsetse memiliki probosis yang panjang dengan bagian toraks berwarna hijau kusam dengan bintik atau garis yang tidak mencolok.

Bagian perut berwarna coklat dengan enam ruas yang terlihat dari bagian punggung. Lalat tsetse dapat melipat sayap sepenuhnya ketika mereka beristirahat sehingga satu sayap bertumpu tepat di atas sayap lainnya.

Siklus hidup lalat tsetse sangat tidak biasa karena mereka tidak melakukan peletakkan telur. Serangga betina yang diinseminasi akan mengembangkan telur dan larva muda di dalam rahimnya dan dilanjutkan peletakkan larva tahap ke-3 pada tanah lembab atau pasir di tempat yang teduh, biasanya di bawah semak-semak tumbang, batang kayu, batu besar, dan akar penopang.

Larva tersebut dengan cepat bersembunyi di bawah permukaan tanah dan mulai menjadi pupa dalam waktu 60-90 menit. Lalat dewasa muncul 20-45 hari kemudian tergantung pada suhu. Setiap betina hanya menghasilkan satu keturunan dalam satu waktu dan dapat menghasilkan hingga 12 keturunan dengan interval sekitar 9-10 hari.

Lalat tsetse betina dan jantan merupakan serangga penghisap darah vertebrata. Mereka memompa air liur ke dalam darah inangnya melalui hipofaring (sebuah tabung panjang pada probosis). Air liurnya mengandung antikoagulan yang dapat menjaga cairan darah inangnya sehingga lalat dapat terus menghisap.

Setelah proses penghisapan darah selesai, biasanya akan menimbulkan genangan darah di lokasi penusukan. Lalat tsetse aktif mencari makan di siang hari dan diketahui jarak terbang mereka sekitar 1 km/hari.

Lalat Tsetse sebagai Vektor Penyakit.

Lalat tsetse merupakan vektor penting dari Trypanosoma vivax, Trypanosom brucei dan Trypanosom congolencei. Trypanosoma ini mengalami perkembangan dan perbanyakan di dalam lalat hingga trypanosomes metasiklik yang infektif dihasilkan.

Perkembangan T. vivax terbatas pada probosis. Siklus perkembangan yang lengkap membutuhkan waktu 12-13 hari pada suhu 22°C dan 5 hari pada suhu 29°C.

Perkembangan T. congolencei dimulai di bagian tengah usus dan selesai di hipofaring (probosis). Seluruh siklus perkembangan membutuhkan waktu 19-53 hari.

Perkembangan T. brucei dimulai di bagian tengah usus, melewati esofagus dan faring hingga ke bagian mulut, memasuki hipofaring di ujung anteriornya yang terbuka, dan akhirnya melewati saluran ludah hingga ke kelenjar ludah dimana tahap akhir perkembangannya terjadi. Seluruh siklus perkembangan membutuhkan waktu 17-45 hari dan bahkan lebih lama.

Metode Pengendalian Lalat Tsetse.

Berbagai macam metode pegendalian lalat tsetse telah dilakukan, seperti perangkap yang diresapi insektisida, Sequential Aerial Technique (SAT), dan Sterile Insect Techniques (SIT).

Perangkap

Perangkap yang digunakan untuk menarik lalat tsetse biasanya memiliki warna-warna tertentu terutama biru adalah yang paling sering digunakan. Layar biru pada perangkap diselingi dengan layar hitam dapat menarik lalat dan membuat lalat menetap. Lalat yang terperangkap bisa saja mati karena terkena insektisida dari perangkap.

Sequential Aerial Technique (SAT)

Lalat tsetse sangat rentan terhadap insektisida sehingga pengendalian lalat tingkat tinggi dapat dicapai dengan Sequential Aerial Technique (SAT). Pada teknik ini digunakan pesawat untuk pengaplikasikan insektisida dengan keuntungan, yaitu mampu mencakup area yang luas dan cepat.

Aplikasi insektisida dari udara di area tempat tinggal lalat tsetse disemprot dengan insektisida non-residu pada interval tertentu yang dirancang untuk membunuh semua lalat tsetse dewasa pada awalnya dan kemudian membunuh lalat tsetse muda setelah mereka muncul.

Sterile Insect Techniques (SIT)

Prinsip dari Sterile Insect Techniques (SIT) adalah serangga betina subur tidak mampu menghasilkan keturunan normal bila dikawinkan dengan jantan mandul.

Lalat jantan dipelihara secara massal di laboratorium, disterilkan dengan cara iradiasi, dan dilepasliarkan untuk kawin dengan betina liar. Lalat jantan yang disterilkan masih dapat membuahi betina dengan sperma steril. Hal tersebut menyebabkan lalat tidak dapat menghasilkan keturunan yang normal.

Nah, demikian ulasan singkat terkait lalat tsetse dan trypanosomiasis: tantangan kesehatan dan ekonomi di Afrika. Semoga bermanfaat ya!

Author: Dherika

Referensi

Bouyer, J., Carter, N.H., Chelsea, B., & Michael, P.N. (2019). The Ethics of Eliminating Harmful Species: The Case of the Tsetse Fly. BioSciences, 69(2): 125-135. DOI: 10.1093/biosci/biy155.

Enaro, W.H., & Uro, T.W. (2020). Review on Ecology and Control of Tsetse Fly. International Journal of Advanced Research in Biological Sciences, 7(11): 73-82. DOI: 10.22192/ijarbs.

Insect Images. (2018). Tsetse Fly (Genus Glossina Wiedemann, 1930). Retrieved from https://www.insectimages.org/browse/detail.cfm?imgnum=5556271 (Accessed: September 26th, 2024).

IPM Images. (2023). Tsetse Fly (Genus Glossina Wiedemann, 1930). Retrieved from https://www.ipmimages.org/browse/detail.cfm?imgnum=5556264#javascript:fullscreen() (Accessed: September 26th, 2024).

DAFTAR KELAS SEKARANG