Lalat Kandang : Bagian 1

Lalat Kandang : Bagian 1
29
Kamis, 29 Februari 2024

Lalat kendang atau stable flies (Stomoxys calcitrans (L.) [Diptera: Muscidae]) adalah hama penghisap darah yang signifikan secara ekonomi pada ternak, hewan peliharaan, dan manusia di seluruh dunia. Hewan ini pada mulanya berasal dari Afrika (Dsouli-Aymes et al. 2011), lalu tersebar melalui aktivitas kolonisasi manusia serta introduksi hewan ternak di seluruh wilayah dengan iklim sedang dan tropis di dunia (Zumpt 1973). Dengan gigitan yang menyakitkan, lalat kandang mengurangi produktivitas dan kesejahteraan ternak, kenyamanan hewan peliharaan, dan mengganggu kegiatan rekreasi dan outdoor lainnya bagi manusia (Hogsette et al. 1987). Meskipun tidak dianggap sebagai vektor penting bagi patogen manusia atau hewan di Amerika Utara, lalat kandang telah dikaitkan dengan penularan beberapa patogen hewan di tempat lain di dunia, beberapa di antaranya dianggap invasif dengan potensi dapat menimbulkan masalah di Amerika Utara. Lalat kandang sangat adaptif dan memanfaatkan perubahan iklim dan praktik agronomi untuk menghasilkan ledakan populasi yang dapat mengancam keberlangsungan hidup ternak di beberapa wilayah dunia (Solórzano et al. 2015). 

Deskripsi dan Distribusi

Secara sekilas, lalat kandang dewasa memiliki penampilan yang mirip dengan lalat rumah. Bahkan, nama umumnya adalah "lalat rumah yang menggigit". Lalat kandang dewasa memiliki panjang 4–7 mm, berwarna abu-abu, dan dapat dibedakan dengan probosis penghisap yang berwarna coklat kemerahan gelap, menjulur di bagian anterior dari kepala, dua pasang garis gelap pada bagian dada, dan pola hitam yang teratur pada bagian perut (Zumpt 1973). Vena sayap m1+2 sedikit melengkung ke depan dan bertemu dengan costa tepat di bagian posterior terhadap apeks sayap (Gambar 1). Hal ini berbeda dengan lalat rumah (Musca domestica L. [Diptera: Muscidae]) di mana m1+2 melengkung tajam ke depan dan bertemu dengan costa anterior di apeks sayap.

Lalat kandang dewasa beristirahat dengan kepala diangkat lebih tinggi dari abdomen, dan sayap sedikit terbuka yang memperlihatkan sebagian dari abdomen.

Gambar 1. Lalat kandang betina (kiri) dan lalat rumah (kanan)

Larva berwarna putih dan bentuknya seperti cacing (vermiform) dengan plat spirakular posterior berbentuk segitiga yang hitam, berjarak lebar, dan bulat dengan tiga celah serpentin kuning (Gambar 2; Friesen et al. 2015). Larva lalat kandang tidak robust seperti larva lalat rumah dan jarang ditemukan berkumpul membentuk klaster rapat di dalam substrat.

Gambar 2. Larva lalat kandang instar ketiga (A). Spirakel posterior lalat kandang yang belum dewasa (B) berbentuk seperti segitiga bulat dan jaraknya lebih lebar dibandingkan pada lalat rumah (C)

Lalat kandang, bersama dengan lalat tanduk (Haematobia irritans (L.) [Diptera: Muscidae]), adalah anggota dari famili Stomoxyini, sebuah sister group monofiletik dari Muscini dalam subfamili muscid Muscinae (Dsouli et al. 2011). Ada 18 spesies dalam genus Stomoxys, semuanya berada di wilayah tropis kecuali Stomoxys calcitrans yang dapat ditemukan di seluruh dunia, telah menyebar dari daerah asalnya di Afrika dengan bantuan manusia dan introduksi ternak Eropa (Zumpt 1973). Analisis genetik menggunakan penanda mitokondria dan nuclear dapat mengidentifikasi dua populasi lalat kandang, satu di Asia selatan dan yang kedua di Afrika (Dsouli-Aymes et al. 2011). Populasi di Afrika adalah sumber ekspansi global lalat kandang selama 500 tahun terakhir. Lalat kandang telah dilaporkan ditemukan di wilayah Eropa, Afrika, Asia, Australia, dan Amerika. Di Amerika Utara, studi genetika populasi berdasarkan penanda nuklear dan mitokondria menunjukkan tingkat aliran gen yang tinggi di antara populasi (Kneeland et al. 2013).

Ciri Biologis secara Umum

Lalat kandang memiliki empat tahap dalam siklus hidupnya: telur, larva, pupa, dan dewasa. Telur menetas menjadi instar pertama kecil (≈ 1 mm) 12–24 jam setelah oviposisi. Instar pertama meningkat ukurannya menjadi ≈1,7 mm dan berubah  menjadi instar kedua yang lebih besar (≈ 2,8 mm). Setelah pertumbuhan tambahan, instar kedua berubah dan menjadi instar ketiga (≈ 5,2–11,0 mm). Instar ketiga membentuk coarctate pupae. Perkembangan dari telur hingga menjadi pupa membutuhkan waktu ≈ 12–13 hari pada suhu 27°C (Lysyk 1998). Lalat dewasa muncul setelah sekitar tujuh hari (≈ 20 hari total dari telur hingga dewasa). Waktu perkembangan dan ukuran bergantung pada suhu (Lysyk 1998), kualitas substrat (Florez-Cuadros et al. 2019), dan densitas larva (Skovgård and Nachman 2017). 

Perilaku Makan

Lalat dewasa dari kedua jenis kelamin mengonsumsi darah melalui aktivitas gigitan yang persisten pada sapi dan hewan berdarah panas (homoioterm) lainnya. Meskipun mereka lebih memilih untuk memakan darah hewan ternak, lalat kandang juga dapat menjadi hama serius bagi manusia ketika hewan ternak tersebut tidak tersedia (Hogsette and Ose 2017). Lalat kandang cenderung memakan bagian kaki bawah sapi, kuda, hewan ternak lainnya, hingga manusia. Akan tetapi, suatu studi juga menunjukkan bahwa lalat kandang juga memfavoritkan darah di area telinga anjing (Farkas and Gyurcsó 2006). Ketika jumlah lalat dewasa memiliki populasi yang tinggi, mereka juga akan memakan bagian tubuh lainnya. Saat memakan hewan ternak, lalat kandang biasanya berorientasi dengan kepala menghadap ke atas (Gambar 3).

Gambar 3. Lalat kandang memakan darah dengan kepala yang diarahkan ke atas (A) dan lalat tanduk memakan dengan kepala yang menghadap ke bawah (B). Lalat tanduk juga menjaga sayapnya lebih miring menjauh dari tubuh.

Hal ini berbeda dengan lalat tanduk, yang biasanya berorientasi dengan kepala menghadap ke bawah. Lalat kandang dewasa menggunakan gigi labial yang tajam dan terkeratinisasi untuk menembus kulit inang (Elzinga and Broce 1986), menciptakan akses menuju darah untuk dimakan. Lalat kandang mengonsumsi sekitar 12 µl darah per sekali makan dalam waktu 2–4 menit (Salem et al. 2012). Respons defensif inang terhadap gigitan yang menyakitkan sering mengganggu aktivitas makan dari inang tersebut (Schofield and Torr 2002). Air liur lalat kandang tidak mengandung zat anestesi, seperti yang terindikasi dari analisis sialome (Olafson et al. 2021), membuat gigitannya lebih menyakitkan daripada banyak serangga penghisap darah lainnya. Lalat dewasa dapat mengambil makanan darah pertama mereka sekitar 12–24 jam setelah emerge. Frekuensi aktivitas makan bergantung pada suhu, dengan lalat akan makan sekali sehari pada hari-hari yang lebih dingin dan dua kali sehari pada hari-hari yang lebih hangat (Müller et al. 2012).

Lalat kandang dewasa juga memakan nektar dan sumber gula lainnya (Taylor and Berkebile 2008). Penelitain yang dilakukan di suatu pantai Florida menunjukkan 23% betina dan 12% jantan memiliki gula di perut mereka, sedangkan di Nebraska, 13% betina dan 11% jantan memiliki gula yang terdeteksi (Taylor and Berkebile 2008). Lalat yang memakan gula tanpa darah dapat hidup selama 7–8 hari, lima kali lebih lama dari pada yang hanya diberi air, tetapi lebih sedikit dari waktu bertahan ≥ 13 hari dari mereka yang diberi darah (Jones et al. 1992). Selain itu, gula saja tidak dapat mendukung kematangan seksual atau deposisi yolk di ovarium (Jones et al. 1985). Suatu studi menunjukkan bahwa jika lalat sudah kenyang nectar, mereka akan cenderung tidak menghisap darah (Müller et al. 2012).

Gambar 4. Larva putih lalat kandang dan pupa berwarna kemerahan dalam substrat perkembangan yang khas terdiri dari vegetasi basah yang membusuk yang tercemar dengan kotoran dan urin.

Pada suhu optimal, 25–30°C, perkembangan immature (telur-pupariasi) membutuhkan 13 hari, tetapi seperti organisme lain yang bergantung pada suhu, perkembangan tergantung pada suhu. Ambang batas termal untuk perkembangan lalat kandang diperkirakan sekitar 11,5°C dan sedikit lalat yang berkembang dengan sukses pada suhu 35°C. Kualitas substrat hanya memiliki sedikit efek pada laju perkembangan tetapi memiliki efek besar pada ukuran imago (Florez-Cuadros et al. 2019).

 

REFERENSI

Dsouli-Aymes, N., J. Michaux, E. De Stordeur, A. Couloux, M. Veuille, and G. Duvallet. 2011. Global population structure of the stable fly (Stomoxys calcitrans) inferred by mitochondrial and nuclear sequence data. Infect. Genet. Evol. 11: 334–342.

Elzinga, R. J., and A. B. Broce. 1986. Labellar modifications of Muscomorpha flies (Diptera). Ann. Entomol. Soc. Am. 79: 150–209.

Farkas, R., and A. Gyurcsó. 2006. What do we know about flies attacking the ears of dogs? Magyar Allatorvosok Lapja 128: 222–226.

Florez-Cuadros, M., D. R. Berkebile, G. Brewer, and D. B. Taylor. 2019. Effects of diet quality and temperature on stable fly (Diptera: Muscidae) development. Insects 10: 1–13.

Friesen, K., H. Chen, J. Zhu, and D. B. Taylor. 2015. External morphology of stable fly (Diptera: Muscidae) Larvae. J. Med. Entomol. 52: 626–637.

Hogsette, J. A., and G. A. Ose. 2017. Improved capture of stable flies (Diptera: Muscidae) by placement of knight stick sticky fly traps protected by electric fence inside animal exhibit yards

Hogsette, J. A., J. P. Ruff, and C. J. Jones. 1987. Stable fly biology and control in northwest Florida. J. Agr. Entomol. 4: 1–11.

Kneeland, K. M., S. R. Skoda, and J. E. Foster. 2013. Amplified fragment length polymorphism used to investigate genetic variability of the stable fly (Diptera: Muscidae) across North America. J. Med. Entomol. 50: 1025–1030.

Lysyk, T. J. 1998. Relationships between temperature and life-history parameters of Stomoxys calcitrans (Diptera: Muscidae). J. Med. Entomol. 35: 107–119.

Müller, G. C., J. A. Hogsette, J. C. Beier, S. F. Traore, M. B. Toure, M. M. Traore, S. Bah, S. Doumbia, and Y. Schlein. 2012. Attraction of Stomoxys sp. to various fruits and flowers in Mali. Med. Vet. Entomol. 26: 178–187

Olafson, P. U., S. Aksoy, G. M. Attardo, G. Buckmeier, X. Chen, C. J. Coates, M. Davis, J. Dykema, S. J. Emrich, M. Friedrich, et al. 2021. The genome of the stable fly, Stomoxys calcitrans, reveals potential mechanisms underlying reproduction, host interactions, and novel targets for pest control. BMC Biol. 19: 41.

Salem, A., M. Franc, P. Jacquiet, E. Bouhsira, and E. Liénard. 2012a. Feeding and breeding aspects of Stomoxys calcitrans (Diptera: Muscidae) under laboratory conditions. Parasite 19: 309–317

Schofield, S., and S. J. Torr. 2002. A comparison of the feeding behaviour of tsetse and stable flies. Med. Vet. Entomol. 16: 177–185.

Skovgård, H., and G. Nachman. 2017. Modeling the temperature- and age-dependent survival, development, and oviposition rates of stable flies (Stomoxys calcitrans) (Diptera: Muscidae). Environ. Entomol. 46: 1130–1142.

Solórzano, J. A., J. Gilles, O. Bravo, C. Vargas, Y. Gomez-Bonilla, G. V. Bingham, and D. B. Taylor. 2015. Biology and trapping of stable flies (Diptera: Muscidae) developing in pineapple residues (Ananas comosus) in Costa Rica. J. Insect Sci. 15: 145.

Taylor, D. B., and D. R. Berkebile. 2008. Sugar feeding in adult stable flies. Environ. Entomol. 37: 625–629.

 

Zumpt, F. 1973. The Stomoxyine biting flies of the world. Diptera: Muscidae. Taxonomy, biology, economic importance and control measures, Gustav Fisher, Stuttgart

 

DAFTAR KELAS SEKARANG